TEMPO.CO, Jakarta - Delegasi khusus ASEAN untuk krisis di Myanmar, Prak Sokhonn, mendesak Pemerintahan Junta agar tidak menahan Pemimpin de Facto Myanmar Aung San Suu Kyi di dalam penjara. Sebab hukuman bagi Suu Kyi dinilainya seharusnya bisa lebih ringan.
Prak Sokhonn, yang juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Kamboja itu, akan mengunjungi Myanmar mulai Rabu, 29 Juni 2022. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Kamboja mengatakan, langkah Sokhonn ini merupakan bagian dari komitmen perdamaian junta dengan 10 anggota ASEAN. Sokhonn meminta junta mengabulkan permintaannya.
"Aung San Suu Kyi diakui, secara internasional maupun oleh warga Myanmar, memiliki peran penting dalam kembalinya negara Anda ke keadaan normal. Dia juga berkontribusi dalam rekonsiliasi nasional melalui solusi politik damai," tulisnya kepada Junta dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Reuters, Senin, 27 Juni 2022.
Sebelumnya, aktivis mengecam kunjungan terakhir Prak Sokhonn pada Maret sebagai kegagalan yang menguntungkan junta. Prak Sokhonn juga dinilai telah mengabaikan oposisi junta.
Menjawab kritikan itu, Prak Sokhonn dalam suratnya menyatakan, proses perdamaian yang sukses tidak mungkin dilakukan dengan satu pihak, yang dikecualikan.
"Sebuah resolusi politik damai untuk sebuah konflik, betapapun kompleksnya itu, harus melibatkan pembagian ruang politik oleh semua yang terlibat," tambahnya.
Peraih Nobel Perdamaian berusia 77 tahun itu meninggalkan tahanan hanya untuk menghadiri sidang di pengadilan junta. Suu Kyi terancam dijatuhi hukuman penjara lebih dari 150 tahun.
Pengacara Suu Kyi dilarang berbicara kepada media, sementara wartawan dilarang menghadiri persidangannya. Suu Kyi juga pernah menghabiskan waktu lama sebagai tahanan rumah, di kediaman keluarganya di Yangon, kota terbesar di Myanmar.
Suu Kyi telah divonis bersalah atas tindak korupsi, hasutan terhadap militer, melanggar aturan COVID-19 dan melanggar undang-undang telekomunikasi. Pengadilan menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara sejauh ini. Suu Kyi menyangkal semua tuduhan itu.
Banyak pihak menilai hukuman terhadap Suu Kyi mengada-ngada. Kendati demikian, pihak militer berkukuh bahwa Suu Kyi menjalani proses hukum oleh pengadilan independen.
Pendukung Suu Kyi dan Kelompok HAM menyebut tuduhan terhadap Suu Kyi bermotivasi politik dan merupakan upaya untuk mendiskreditkannya serta melegitimasi perebutan kekuasaan oleh militer.
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah organisasi swasta yang melacak pembunuhan dan penangkapan pemerintah Myanmar, total 11.174 orang saat ini ditahan karena dicurigai menentang dewan militer yang berkuasa.