TEMPO.CO, Jakarta - John Deng, Kepala negosiator perdagangan Taiwan pada Selasa, 14 Juni 2022, memperingatkan segala bentuk serangan militer Cina ke Taiwan akan membawa dampak besar pada lalu-lintas perdagangan global, ketimbang perang Ukraina. Jika Taiwan diserang, ini bisa mengarah pada kekurangan chips semikonduktor.
Sebelumnya, invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, telah memicu kenaikan harga-harga komoditas dan larangan ekspor makanan. Kondisi ini menimbulkan ketakutan atas bahaya kelaparan di kalangan negara-negara miskin.
12 jet tempur F-16V melakukan formasi elephant walk sebelum lepas landas selama latihan Tahun Baru tahunan di Chiayi, Taiwan, 5 Januari 2022. Taiwan telah memesan 66 F-16V baru, yang memiliki sistem avionik, senjata, dan radar baru untuk menandingi kemampuan AU Cina, terutama dengan pesawat siluman J-20. REUTERS/Ann Wang
Menurut Deng, jika Cina menyerang Taiwan, potensi gangguan bisa memburuk. Alasannya, ada ketergantungan dunia pada produksi chips di Taiwan, yang biasa digunakan pada kendaraan-kendaraan listrik dan ponsel.
“Gangguan rantai suplai internasional seperti gangguan pada kebijakan ekonomi internasional dan perubahan akan muncul lebih banyak dari ini (perang Ukraina). Akan ada sebuah kekurangan suplai dunia,” kata Deng, dalam sebuah wawancara.
Pemerintah Taiwan melaporkan belum ada tanda-tanda Taiwan bakal segera diserang Cina. Kendati begitu, Taiwan sudah meningkatkan tingkat kewaspadaan sejak perang Ukraina dimulai, yakni waspada pada terhadap niat Beijing.
Sebelumnya Pemerintah Cina mengatakan mereka menginginkan reunifikasi damai, namun Cina juga menyiapkan sejumlah opsi bagi Taiwan. Taiwan adalah sebuah provinsi di Cina, yang secara demokratis memiliki pemerintahan sendiri.
Taiwan mendominasi pasar dunia untuk produksi chips paling canggih. Pada tahun lalu, ekspor Taiwan berniai USD 118 miliar (Rp 1.742 triliun).
Sumber: Reuters
Baca juga: Perdana Menteri Taiwan Ajak Cina Dialog
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.