TEMPO.CO, Jakarta - Penduduk Shanghai beralih ke blockchain untuk menyimpan kenangan pada masa penguncian atau lockdown Covid-19 selama sebulan. Mereka membuat video, foto, dan karya seni yang bercerita tentang masa-masa terberat selama lockdown dalam bentuk non fungible token atau NFT. Hal itu dilakukan agar karya mereka bisa dibagikan dan menghindari sensor oleh pemerintah China.
Selama masa lockdown, penduduk Shanghai tidak dapat meninggalkan rumah berminggu-minggu. Banyak dari 25 juta penduduk Shanghai yang frustasi dan meluapkan kemarahannnya di media sosial. Mereka melampiaskan kekesalan tentang pembatasan penguncian yang kejam dan kesulitan mendapatkan makanan. Mereka berbagi cerita tentang kesulitan, seperti seorang pasien yang bercerita tidak mendapatkan perawatan medis.
Kejadian itu telah membuat pemerintah China melakukan sensor dengan ketat. China juga mengawasi penggunaan internet dan obrolan di grup penduduknya untuk mencegah beredarnya rumor dan memicu perselisihan karena frustrasi publik selama penguncian.
Sejumlah orang pun mulai beralih ke pasar NFT seperti OpenSea yang merupakan terbesar di dunia. Penggunanya dapat mencetak konten, membeli atau menjualnya dengan menggunakan cryptocurrency. Sebagian pengguna NFT tertarik karena data yang direkam di blockchain tidak dapat dihapus.
China memblokir sejumlah media sosial termasuk Twitter, meski penduduk masih dapat mengaksesnya menggunakan VPN. Menurut seorang programmer yang berbasis di Shanghai, unggahan video tentang lockdown adalah bagian dari "pemberontakan rakyat".
Dia juga membuat NFT tentang peta lockdown di Shanghai yang menunjukkan sebagian besar kota telah ditutup dari dunia luar. "Terjebak di rumah karena wabah membuat saya punya banyak waktu," katanya berbicara dengan nada tidak senang.
Konten lainnya yang tersedia di OpenSea sebagai NFT untuk dijual termasuk unggahan di Weibo yang berisi keluhan tentang pembatasan, gambar dari dalam pusat karantina, dan karya seni yang terinspirasi oleh kehidupan di bawah penguncian.
Simon Fong, seorang desainer lepas berusia 49 tahun dari Malaysia yang telah tinggal di Shanghai selama sembilan tahun, mulai membuat ilustrasi satir tentang kehidupan di bawah penguncian dengan gaya poster propaganda era Mao.
Dia mulai mencetaknya menjadi NFT, mencoba-coba di pasar sejak akhir tahun lalu. Dia berhasil menjual sembilan karyanya dengan harga rata-rata 0,1 eter atau sekitar US$ 290. Karyanya termasuk adegan yang mendramatisasi pengujian PCR, serta tuntutan penduduk akan jatah pemerintah.
Lockdown yang berlarut-larut di Shanghai, adalah bagian dari strategi nol-COVID Beijing yang kontroversial. Wabah COVID di Shanghai dimulai pada bulan Maret, telah menjadi yang terburuk di China.
Baca: Meski Lockdown, Perusahaan Shanghai Diwajibkan Bayar Gaji Karyawan
REUTERS