TEMPO.CO, Jakarta -Ribuan pendukung partai oposisi Sri Lanka berunjuk rasa pada Ahad 1 Mei 2022 di ibu kota Kolombo, saat krisis politik dan ekonomi selama berminggu-minggu tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda.
Seperti dilansir Channel NewsAsia, ekonomi Sri Lanka terpukul keras oleh pandemi dan pemotongan pajak oleh pemerintah Presiden Gotabaya Rajapaksa.
Berkurangnya cadangan mata uang asing telah membuat negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu berjuang untuk membayar impor bahan bakar, makanan dan obat-obatan. Hal ini memaksa ribuan orang turun ke jalan dalam protes harian yang kadang-kadang berubah menjadi kekerasan.
Pada Ahad, partai-partai oposisi mengakhiri pawai selama seminggu dari pusat kota Kandy, dengan ribuan pendukung memadati Lapangan Kemerdekaan Kolombo.
Banyak yang membawa bendera Sri Lanka dan mengenakan ikat kepala bertuliskan "Gota Harus Pulang", salah satu seruan utama para pengunjuk rasa.
"Begitu banyak orang menderita karena biaya bahan bakar dan makanan. Ada antrean untuk semuanya," kata Sunil Shantha, seorang dosen universitas berusia 58 tahun. Ia mengaku memilih Rajapaksa pada pemilihan presiden terakhir pada 2019."Gotabaya adalah presiden yang gagal."
Rajapaksa dilanda pengunduran diri massal dari kabinetnya awal bulan ini. Dan sekarang, presiden Sri Lanka itu menghadapi kemungkinan mosi tidak percaya dalam pemerintahannya yang direformasi akhir pekan ini.
Baca juga: Sri Lanka Bangkrut Gara-gara Utang, Kini Tempuh Renegosiasi dengan China
SUMBER: CHANNEL NEWSASIA