TEMPO.CO, Jakarta -Pengadilan Banding Singapura pada Selasa 29 Maret 2022 menolak banding terhadap vonis eksekusi seorang warga Malaysia yang dihukum karena penyelundupan narkoba.
Seperti dilansir Reuters, pengadilan banding Singapura menolak argumen yang diajukan oleh tim hukum Nagaenthran Dharmalingam bahwa dia harus dibebaskan karena mengalami gangguan mental.
Nagaenthran Dharmalingam telah dijatuhi hukuman mati lebih dari satu dekade silam karena menyelundupkan sekitar 42,7 gram heroin ke Singapura. Negara Singa ini merupakan satu dari beberapa negara yang memiliki undang-undang narkotika terberat di dunia.
Nasibnya telah menarik perhatian internasional. Sekelompok pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa dan miliarder Inggris Richard Branson bergabung dengan perdana menteri Malaysia dan aktivis hak asasi manusia Malaysia mendesak Singapura untuk meringankan hukumannya.
Pengacara Dharmalingam, Violet Netto, keberatan untuk menyajikan catatan medis penjara kliennya pada sidang terakhir, dengan alasan kerahasiaan. Sebaliknya, ia meminta tinjauan psikiatri independen.
Tetapi pada sidang hari ini, Ketua Hakim Sundaresh Menon mengatakan upaya untuk mencegah pengungkapan laporan medis tidak masuk akal dan tidak ada bukti yang dapat diterima yang menunjukkan penurunan kondisi mentalnya.
Pengadilan juga menolak permintaan untuk tinjauan psikiatri independen.
"Pembanding telah diberikan proses hukum sehingga tidak terbuka baginya untuk menantang hasil dari proses itu, ketika dia tidak mengajukan apa pun untuk menunjukkan bahwa dia memiliki kasus untuk dipertimbangkan," kata panel lima hakim dalam putusannya.
Dharmalingam, yang mengenakan seragam penjara berwarna ungu, tidak menunjukkan reaksi apa pun terhadap putusan tersebut.
M Ravi, mantan pengacara Dharmalingam yang terus membantu kasus ini, mengatakan kepada wartawan bahwa warga Malaysia itu telah kehabisan pilihan hukum untuk lolos dari hukuman mati.
Kelompok anti hukuman mati Reprieve mengatakan mereka yakin Nagaenthran cacat intelektual dan harus dilindungi dari hukuman mati. Dalam sebuah pernyataan, direktur Reprieve Maya Foa meminta Presiden Singapura Halimah Yacob untuk mendengarkan tangisan belas kasihan di Singapura dan di seluruh dunia.
Belum diketahui kapan eksekusi Dharmalingam akan dilakukan. Menurut data resmi, dari 2016 hingga 2019, Singapura menggantung 25 orang - mayoritas karena pelanggaran terkait narkoba.
Baca juga: Pakar HAM PBB Minta Singapura Batalkan Eksekusi Mati Penyelundup Narkoba
SUMBER: REUTERS
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.