TEMPO.CO, Jakarta - Jurnalis TV Rusia yang melakukan aksi protes anti-perang saat siaran langsung, Marina Ovsyannikova, menolak tawaran suaka dari Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Dalam wawancara yang dimuat Der Spiegel pada Kamis, 17 Maret 2022, Ovsyannikova menegaskan tidak akan angkat kaki dari Rusia.
“Saya tidak ingin meninggalkan negara kami. Saya seorang patriot, apalagi anak saya. Kami tidak ingin pergi dengan cara apa pun, kami tidak ingin pergi ke mana pun," kata Ovsyannikova seperti dikutip dari Aljazeera, Jumat, 18 Maret 2022.
Ovsyannikova mengatakan kepada harian Jerman itu, bahwa dia dan sebagian besar rekannya menyadari peran mereka dalam menyebarkan informasi, adalah salah. Oleh karena itu, Ovsyannikova, telah memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya.
Pengunjuk rasa anti invasi Rusia ke Ukraina muncul di belakang pembaca berita saluran TV Channel One, Senin, 14 Maret 2022, Gambar diam ini diperoleh dari video yang diunggah pada 14 Maret. Channel One/via REUTERS
Berbicara kepada France 24, Kamis, 17 Maret 2022, perempuan yang menjabat sebagai editor di Channel One Rusia itu, mengatakan, semua dokumen formal pengunduran diri telah diserahkan ke kantornya.
Sejak Putin mengumumkan invasi Ukraina Februari lalu, Pemerintah Rusia telah menerapkan undang-undang baru yang dirancang untuk menindak perbedaan pendapat anti-perang. Undang-undang yang disahkan pada 4 Maret, melarang warganya mendiskreditkan tentara Rusia dan menyebarkan berita palsu. Pelanggaran itu bisa menyebabkan pelaku dihukum penjara hingga 15 tahun.
Guardian melaporkan, lebih dari dua lusin outlet media Rusia telah berhenti beroperasi atau diblokir oleh regulator media negara itu sejak invasi ke Ukraina. Banyak organisasi berita internasional dan platform media sosial, termasuk BBC dan Meta, juga telah dilarang.
Aljazeera | Der Spiegel | France 24