Aceh mulai menerima bantuan dari Utsmani setelah tahun 1562 dan hal ini membantu Aceh untuk menaklukan Kerjaan Aru dan Johor di tahun 1564. Selanjutnya, pada 1564, terjadi pengiriman duta ke Istanbul yang dilakukan oleh Sultan Husain Ali riayat Syah.
Dalam pengiriman duta tersebut, Sultan Aceh juga membawa surat yang menyebutkan bahwa penguasa Utsmaniyah sebagai khalifah.
Selim II memerintahkan pengiriman armada Utsmani ke Aceh yang terddiri atas sejumlah prajurit, pembuat senjata, dan insiyur. Armada tersebut dilengkapi juga dengan senjata dan amunisi yang melimpah.
Pada 1566 hingga 1567 terdapat tiga kapal asal Utsmani yang berhasil tiba di Aceh dan dipimpin oleh Kurdoglu Hizir Reis. Pada 1568, Aceh menyerang Malaka dan Turki tidak ikut menyerang Malaka secara langsung.
Di samping itu, kedatangan armada Utsmani ke Aceh juga membuat Aceh mengerti cara membuat meriam yang akhirnya banyak diproduksi oleh Aceh.
Pada akhirnya, ekspedisi yang dilakukan oleh Utsmani berakibat pada berkembangnya hubungan natara Aceh dan Utsmani, khususnya dalam bidang budaya, militer, perdagangan, dan keagamaan.
Portugis melihat bahwa hubungan antara Aceh dan Utsmani akan menjadi ancaman yang besar bagi Portugis dan karena hal itu Portugis mencoba untuk menghancurkan sumbu perdagangan antara Aceh-Turki-Venesia. Pada awalnya, Portugis menyerang Laut Merah dan Aceh, tetapi serangan ini gagal karena kurangnya tenaga manusia milik Portugis.
Saat diserang oleh Belanda pada 1873, Aceh meminta perlindungan kepada Utsmani, tetapi permohonan tersebut ditolak oleh Utsmani. Permohonan Aceh ditolak karena Utsmani memiliki kesepakatan untuk mengakui hukum Eropa, khususnya hukum Belanda dan Turki memiliki perjanjian internasional yang menyatakan bahwa mereka tidak akan berkonflik dengan Belanda.
EIBEN HEIZIER
Baca : Inflasi Turki Tinggi Erdogan Tolak Naikkan Suku Bunga: Bertentangan dengan Islam