TEMPO.CO, Jakarta - Rejimen dua dosis vaksin COVID-19 tidak menginduksi antibodi penetral yang cukup terhadap varian Omicron, menurut temuan ilmuwan Inggris, menunjukkan bahwa peningkatan infeksi pada mereka yang sebelumnya terinfeksi atau divaksinasi mungkin terjadi.
Para peneliti dari Universitas Oxford menerbitkan hasil pada Senin dari sebuah penelitian yang belum ditinjau sejawat, di mana mereka menganalisis sampel darah dari peserta yang diberi dosis dari AstraZeneca-Oxford atau Pfizer-BioNTech (PFE.N), dalam sebuah penelitian besar yang meneliti pencampuran vaksin, menurut laporan Reuters, 13 Desember 2021.
"Data ini penting tetapi hanya satu bagian dari gambaran. Mereka hanya melihat antibodi penawar setelah dosis kedua, tetapi tidak memberi tahu kami tentang kekebalan seluler, dan ini juga akan diuji," kata Matthew Snape, profesor Universitas Oxford dan penulis makalah.
Hasilnya muncul sehari setelah Perdana Menteri Inggris Boris Johnson memperingatkan bahwa dua suntikan tidak akan cukup untuk menahan Omicron, menyusul temuan dari badan kesehatan Inggris pekan lalu bahwa booster secara signifikan memulihkan perlindungan terhadap varian tersebut.
Studi Oxford mengatakan bahwa belum ada bukti bahwa tingkat antibodi pelawan infeksi yang lebih rendah terhadap varian Omicron dapat menyebabkan risiko penyakit parah, rawat inap, atau kematian yang lebih tinggi pada mereka yang telah mendapat dua dosis vaksin yang disetujui.
Baca juga: Inggris Laporkan Kasus Baru Omicron Naik Hampir Dua Kali Lipat dalam Sehari
REUTERS