TEMPO.CO, Jakarta - Inggris akan menyelidiki kematian seorang wanita akibat racun Novichok, yang digunakan untuk percobaan pembunuhan terhadap mantan agen ganda Rusia Sergei Skripal tiga tahun lalu.
Dawn Sturgess meninggal karena terpapar Novichok pada Juli 2018 setelah pasangannya menemukan botol parfum yang digunakan operasi intelijen Rusia untuk menyelundupkan racun ke Inggris.
Skripal, yang menjual rahasia Rusia ke Inggris, dan putrinya Yulia ditemukan tak sadarkan diri di bangku taman di kota Salisbury, Inggris selatan, empat bulan sebelumnya.
Mereka dan seorang petugas polisi yang datang ke rumah Skripal, kritis di rumah sakit karena terpapar racun saraf tingkat militer.
Jaksa Inggris telah mendakwa tiga orang Rusia, yang mereka katakan adalah perwira intelijen militer GRU, secara in absentia atas serangan terhadap Skripal dan putrinya. Tidak ada kasus formal yang diajukan terhadap mereka atas kematian Sturgess, 44 tahun.
"Ini adalah langkah penting dalam memastikan bahwa keluarga Dawn Sturgess mendapatkan jawaban yang mereka butuhkan," kata Menteri Dalam Negeri Inggris, Priti Patel saat mengumumkan penyelidikan publik, yang akan dipimpin oleh Heather Hallett, seorang pensiunan hakim senior.
"Pemerintah sedang melakukan penyelidikan setelah mempertimbangkan dengan cermat saran dari Baroness Hallett bahwa ini perlu untuk memungkinkan semua bukti yang relevan didengar," kata Patel seperti dikutip Reuters, Kamis, 18 November 2021.
Inggris mengatakan upaya pembunuhan Skripal diperintahkan oleh pejabat tinggi di Rusia, dan insiden itu menyebabkan pengusiran diplomatik Timur-Barat terbesar sejak Perang Dingin.
Rusia telah membantah terlibat, melemparkan tuduhan itu sebagai propaganda anti-Rusia.
Pada September, polisi Inggris mendakwa tersangka ketiga Sergey Fedotov dengan tuduhan konspirasi untuk membunuh Skripal, mantan perwira GRU, dan berusaha membunuhnya, putrinya Yulia dan petugas polisi.
Dua orang Rusia lainnya, Alexander Petrov dan Ruslan Boshirov, didakwa dengan tuduhan pelanggaran yang sama tiga tahun lalu.
Pada 2016, penyelidikan publik Inggris lainnya menyimpulkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin kemungkinan telah menyetujui operasi intelijen Rusia untuk membunuh mantan agen KGB Alexander Litvinenko dengan radioaktif polonium-210.
Dua orang Rusia, kemungkinan bertindak atas perintah Dinas Keamanan Federal Rusia, meracuni Litvinenko, seorang kritikus vokal Putin yang melarikan diri dari Rusia ke Inggris.
Racun yang digunakan adalah teh hijau yang dicampur dengan isotop radioaktif di sebuah hotel mewah di London, demikian kesimpulan penyelidikan.
Baca juga: Pengadilan Eropa: Rusia Bersalah Atas Pembunuhan Eks KGB Alexander Litvinenko