TEMPO.CO, Jakarta - Pasukan pemberontak Tigray Ethiopia memperkosa dan melecehkan perempuan di wilayah tetangga Amhara, kelompok hak asasi Amnesty International mengatakan pada Rabu.
Laporan Amnesty International menekankan konflik yang berlangsung selama setahun antara pemerintah pusat dan pasukan Tigray telah ditandai dengan tuduhan pelanggaran oleh kedua pihak.
Kepala bantuan PBB mengatakan kekerasan seksual telah digunakan sebagai senjata perang.
Juru bicara Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) Getachew Reda mengatakan dia belum membaca laporan Amnesty, tetapi mengatakan kepada Reuters, "Kami menanggapi tuduhan tersebut dengan sangat serius dan kami siap untuk melakukan penyelidikan independen."
Juru bicara pemerintah Legesse Tulu dan juru bicara Amhara Gizachew Muleneh tidak menanggapi permintaan komentar.
Pasukan Amhara regional memasuki Tigray pada bulan November untuk mendukung tentara pemerintah ketika perang meletus. Milisi Tigray memasuki Amhara pada bulan Juli setelah merebut kembali kendali sebagian besar Tigray, wilayah paling utara Ethiopia.
Enam belas perempuan di kota Amhara Nifas Mewcha mengatakan kepada Amnesty bahwa para kombatan TPLF memperkosa mereka, kata laporan itu, dikutip dari Reuters, 10 November 2021.
"Kesaksian yang kami dengar dari para penyintas menggambarkan tindakan tercela oleh militan TPLF yang merupakan kejahatan perang, dan berpotensi kejahatan terhadap kemanusiaan," kata sekretaris jenderal Amnesty Agnes Callamard.
Sebuah tank rusak selama pertempuran antara Pasukan Pertahanan Nasional Ethiopia (ENDF) dan Pasukan Khusus Tigray berdiri di pinggiran kota Humera di Ethiopia 1 Juli 2021 Foto diambil 1 Juli 2021. REUTERS/Stringer
Seorang korban pemerkosaan berusia 45 tahun mengatakan kepada Amnesty International bahwa empat militan TPLF datang ke rumahnya, meminta kopi.
"Saya mencurigai niat mereka, dan saya menyuruh putri-putri saya masuk," katanya, seraya menambahkan bahwa para pria itu melontarkan hinaan etnis kepadanya dan menyuruhnya untuk memanggil kembali anak-anaknya.
"Salah satu dari mereka mengatakan kepada yang lain untuk berhenti menghina saya. Dia berkata, 'dia adalah ibu kita; kita tidak perlu menyakitinya'," katanya kepada Amnesty. "Mereka memaksanya meninggalkan rumah dan tiga dari mereka tinggal di rumah saya. Kemudian mereka memperkosa saya secara bergiliran."
Amsal Alamrew, kepala kantor urusan perempuan dan anak-anak Nifas Mewcha, mengatakan kepada Reuters bahwa 74 perempuan mengaku mereka diperkosa selama periode sembilan hari yang dicakup oleh laporan Amnesty International. Kemungkinan ada lebih banyak korban yang terlalu takut atau malu untuk melapor, kata Amsal.
Hanya dua perempuan yang diwawancarai Amnesty International yang mencari perawatan medis dasar karena pasukan Tigray telah menjarah fasilitas kesehatan, kata laporan itu.
Korban pemerkosaan di Tigray menghadapi rintangan serupa untuk mendapatkan perawatan, kata Human Rights Watch.
"Pemblokiran bantuan dan layanan penting oleh pemerintah Ethiopia ....mencegah para penyintas kekerasan seksual untuk mendapatkan perawatan pasca-perkosaan yang penting," kata kelompok hak asasi itu dalam sebuah laporan yang dirilis pada Rabu.
Tigray telah kehabisan sekitar 80% obat-obatan esensial dan sebagian besar fasilitas kesehatan tidak berfungsi, kata PBB pekan lalu. Ethiopia telah membantah memblokir bantuan ke Tigray.
Baca juga: Ethiopia Umumkan Status Darurat, Pemberontak Tigray Dekati Addis Ababa
REUTERS