TEMPO.CO, Jakarta - Singapura berisiko mengalami sebanyak 2.000 kematian Covid-19 setiap tahun dari waktu ke waktu, terutama di antara orang tua, kata seorang menteri pada Senin, ketika Singapura memerangi lonjakan infeksi terbesarnya.
Tetapi Singapura akan fokus untuk menghindari kematian yang berlebihan, katanya.
Pada 0,2% tingkat kematian kasus Covid-19 Singapura serupa dengan tingkat kematian akibat pneumonia sebelum pandemi melanda, kata Janil Puthucheary, seorang menteri senior negara di parlemen, dikutip dari Reuters, 1 November 2021.
Kematian Covid-19 juga lebih rendah dari negara lain di mana kasus melonjak sebelum vaksinasi, katanya.
"Tetapi itu berarti bahwa seiring waktu, jumlah absolut kematian akibat Covid-19 akan meningkat meskipun ada perawatan medis terbaik," katanya. "Kita mungkin memiliki 2.000 kematian per tahun akibat Covid-19."
Janil Puthucheary tidak menentukan untuk berapa tahun perkiraan itu mungkin berlaku. Singapura memiliki 4.000 kematian per tahun karena influenza dan penyakit pernapasan lainnya sebelum pandemi virus corona, katanya.
Lebih dari 80% dari 5,45 juta penduduk Singapura telah divaksinasi lengkap dan hampir semua kasusnya tidak menunjukkan gejala atau ringan. Sekitar 95% dari mereka yang meninggal dalam enam bulan terakhir berusia lebih dari 60 tahun dan 72% dari mereka yang meninggal tidak divaksinasi lengkap.
Puthucheary mengatakan Singapura berusaha hidup dengan Covid-19 sebagai endemik tanpa kematian berlebih. "Meskipun kita akan memiliki kematian akibat Covid-19, kita tidak akan melihat lebih banyak kematian secara keseluruhan daripada yang kita lihat pada tahun normal non-Covid," katanya.
Pemerintah Singapura memperpanjang pembatasan untuk menahan penyebaran Covid-19 hingga akhir bulan ini, yang menuai beberapa kritik dari publik.
Baca juga: Covid-19 di Singapura Catat Rekor Tertinggi, Pembatasan Sosial Diperpanjang
REUTERS