TEMPO.CO, Jakarta - Krisis Rudal Kuba adalah salah satu peristiwa paling menakutkan dalam Perang Dingin. Selama tiga belas hari di bulan Oktober 1962, dunia menunggu, sepertinya di ambang perang nuklir, dan mengharapkan resolusi perdamaian untuk Krisis Rudal Kuba.
Berdasarkan jfklibrary.org, hal ini bermula ketika sebuah pesawat mata-mata U-2 Amerika Serikat diam-diam memotret situs rudal nuklir yang sedang dibangun oleh Uni Soviet di pulau Kuba. Presiden Amerika Serikat (AS) John F. Kennedy tidak ingin Uni Soviet dan Kuba mengetahui bahwa dia telah menemukan misil tersebut.
Dengan hal ini presiden yang akrab disapa JFK tersebut melakukan pertemuan dengan penasihat militer, politik, dan diplomatik seniornya untuk membahas perkembangan yang tidak menyenangkan. Kelompok ini kemudian dikenal sebagai ExComm, kependekan dari Executive Committee.
Setelah melakukan berbagai pertemuan, Kennedy memutuskan untuk menempatkan blokade laut, atau cincin kapal, di sekitar Kuba. Tujuan dari "karantina" ini, begitu dia menyebutnya, adalah untuk mencegah Soviet membawa lebih banyak pasokan militer. Dia menuntut penghapusan rudal yang sudah ada di sana dan penghancuran situs. Pada 22 Oktober, Presiden Kennedy berbicara kepada bangsa tentang krisis dalam pidato yang disiarkan televisi.
Berdsarkan history.com, dalam pidato televisi 18 menit, JFK mengejutkan orang Amerika Serikat dengan mengungkapkan “bukti yang tidak salah lagi” dari ancaman rudal, dan mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan mencegah kapal yang membawa senjata mencapai Kuba, sambil menuntut agar Soviet menarik rudal mereka.
JFK juga menuliskan surat untuk pimpinan Uni Soviet, Nikita Khrushchev melalui Duta Besar AS untuk Uni Soviet Foy Kohler. Adapun isi surat tersebut yaitu, “Satu hal yang paling mengkhawatirkan saya adalah kemungkinan bahwa pemerintah Anda tidak akan memahami dengan benar keinginan dan tekad Amerika Serikat dalam situasi apa pun, karena saya tidak berasumsi bahwa Anda atau orang waras mana pun akan, di era nuklir ini, dengan sengaja menjerumuskan dunia ke dalam perang yang sangat jelas tidak ada negara yang bisa menang dan yang hanya bisa mengakibatkan konsekuensi bencana bagi seluruh dunia, termasuk agresornya.”
Masih dari kanal John F. Kennedy Presidentially Library and Museum, kedua pemimpin negara adidaya ini memiliki kesapakatan lain yaitu, Amerika Serikat juga setuju untuk menghapus rudal nuklirnya dari Turki. Meskipun Soviet memindahkan misil mereka dari Kuba, mereka meningkatkan pembangunan persenjataan militer mereka; krisis rudal telah berakhir, perlombaan senjata belum.
Pada 28 Oktober, Khrushchev mengumumkan niat pemerintahnya untuk membongkar dan memindahkan semua senjata ofensif Uni Soviet di Kuba. Dengan ditayangkannya pesan publik di Radio Moskow, Uni Soviet menegaskan kesediaannya untuk melanjutkan solusi yang diajukan secara diam-diam oleh Amerika Serikat sehari sebelumnya. Pada sore hari, teknisi Soviet mulai membongkar situs rudal, dan dunia mundur dari ambang perang nuklir.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Ahli: Perubahan Iklim Akibat Perang Nuklir Ancam pangan dan Kesehatan Manusia
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.