TEMPO.CO, Jakarta - WHO akan mengirimkan sejumlah ahli untuk mencegah eksploitasi seksual di 10 negara berisiko tinggi. Keputusan ini diambil setelah terjadi skandal besar di Republik Demokratik Kongo, di mana staf WHO dan relawan dari lembaga nirlaba lainnya, melecehkan perempuan.
Dari 83 relawan, yang satu perempatnya diperkerjakan oleh WHO, terlibat dalam eksploitasi seksual dan pelecehan seksual. Tindakan bejat ini terjadi saat Kongo mengalami epidemi Ebola besar-besaran pada 2018 – 2020.
ilustrasi pelecehan seksual (pixabay.com)
Direktur WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Kamis, 14 Oktober 2021 memaparkan di hadapan 194 delegasi negara anggota WHO soal rencana yang akan diambil WHO dalam menghadapi krisis ini. Namun rapat tersebut bersifat tertutup.
WHO dalam keterangan menjelaskan tim ahli untuk mencegah eksploitasi seksual akan dikirim ke Afghanistan, Republik Afrika Tengah, Kongo, Ethiopia, Nigeria, Somalia, Sudan Selatan, Sudan, Venezuela dan Yaman. Satu ahli sudah berangkat ke Kongo.
Rencana yang akan diambil WHO dalam menghadapi krisis ini, sedang difinalisasi. Namun rencana tindakan jangka pendek sampai Maret 2022 akan segera dilakukan demi merampungkan investigasi dan meluncurkan serangkaian wawancara dan audit internal guna memastikan ada reformasi pada struktur WHO dan budaya.
“WHO juga telah mengalokasikan dana sebesar USD 7,6 juta (Rp 102 miliar) untuk memperkuat kapasitas pencegahan, pendeteksian dan merespon eksploitasi seksual dan pelecehan di 10 negara yang berisiko tinggi,” demikian keterangan WHO.
Baca juga: Waspada, Ini Jenis-Jenis Eksploitasi Seksual Online pada Anak
Sumber: Reuters