TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin muslim Rohingya, Mohib Ullah, ditembak sekelompok orang bersenjata di kamp pengungsi di Bangladesh selatan pada Rabu, 29 September 2021. Menurut juru bicara PBB dan seorang pejabat polisi setempat, situasi keamanan di kamp pengungsi terbesar di dunia itu memburuk dalam beberapa bulan terakhir.
Mohib Ullah, yang berusia akhir 40-an, adalah salah satu pemimpin dari beberapa kelompok komunitas terbesar Rohingya. Sekitar 730 ribu muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar akibat kekerasan oleh junta militer pada Agustus 2017.
Mohib Ullah pernah diundang ke Gedung Putih dan untuk berbicara dengan Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dia merupakan salah satu pendukung paling terkenal untuk Rohingya, minoritas Muslim yang telah teraniaya selama beberapa generasi.
Rafiqul Islam, seorang wakil pengawas polisi di kota terdekat Cox's Bazar, mengatakan kepada Reuters melalui telepon bahwa Mohib Ullah telah ditembak mati. Namun ia tak merinci pelaku maupun penyebabnya.
Seorang juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi mengatakan PBB berduka atas pembunuhan Mohib Ullah. "Kami terus berhubungan dengan otoritas penegak hukum yang bertugas menjaga perdamaian dan keamanan di kamp-kamp," kata juru bicara itu.
Lembaga nirlaba yang dibuat Mohib Ullah, Arakan Rohingya Society for Peace and Human Rights, mendokumentasikan kekejaman yang diderita etnis Rohingya di Myanmar. Menurut PBB, kekerasan itu bertujuan genosida terhadap Rohingya.
Di kamp pengungsi Bangladesh, Mohib Ullah pergi dari tenda ke tenda untuk mendata pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran terhadap etnis Rohingya. Data itu dibagikan kepada penyelidik internasional.
Saat berbicara di Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Mohib Ullah mengatakan Rohingya menginginkan lebih banyak suara untuk masa depan mereka. Akibat kegigihannya memperjuangkan etnis Rohingya, Ullah menjadi sasaran kelompok garis keras dan menerima ancaman pembunuhan.
"Jika saya mati, saya baik-baik saja. Saya akan memberikan hidup saya," katanya dalam wawancara dengan Reuters pada 2019.
Baca: Militer Myanmar Bebaskan Wirathu, Biksu anti-Muslim Rohingya
CHANNEL NEWS ASIA | REUTERS