TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan Singapura melaporkan 2.236 kasus baru Covid-19 pada Selasa, 28 September 2021, merupakan rekor tertinggi sejak awal pandemi.
Menurut Reuters, peningkatan kasus Covid-19 setelah pelonggaran mendorong pemerintah Singapura menghentikan pembukaan dan kembali memberlakukan pengetatan.
Mulai minggu ini, Singapura kembali membatasi pertemuan sosial untuk dua orang dan menjadikan bekerja dari rumah sebagai keharusan.
Rekor kasus harian di atas 1.000 sudah terjadi dalam sepekan ini. Padahal lebih dari 80 persen populasinya telah divaksinasi Covid-19.
Pihak berwenang Singapura minggu ini memperketat pembatasan hingga 24 Oktober 2021. Pertemuan sosial telah dikurangi dari maksimal lima orang menjadi dua orang, dengan syarat tamu rumah tangga, restoran dan kafe hanya untuk penduduk yang telah divaksinasi.
Warga Singapura sekarang harus membatasi pertemuan sosial menjadi sekali saja per hari. Pemerintah mendesak warga bertemu di luar ruangan.
Siswa pendidikan dasar dan khusus akan melanjutkan pembelajaran jarak jauh hingga setidaknya 7 Oktober.
Hidup dengan Virus
Menurut Fortune, pada bulan Mei lalu, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong memperkenalkan rencana pemerintah untuk 'hidup dengan virus' dan beralih dari pendekatan 'nol Covid'.
“Tujuan kami harus menjaga komunitas secara keseluruhan tetap aman sambil menerima bahwa beberapa orang mungkin terinfeksi setiap saat,” kata Lee saat mengumumkan Singapura akan secara bertahap membuka diri secara internal dan kemudian untuk pengunjung asing.
Pada bulan Juni dan Juli, Singapura mulai melonggarkan pembatasan untuk tempat makan, tempat kerja, dan tempat hiburan. Pada bulan Agustus banyak bisnis diizinkan untuk beroperasi mendekati kapasitas penuh.
Bahkan pengunjung dari negara dengan Covid-19 rendah seperti Jerman dan Hong Kong, tanpa harus karantina.
Tetapi kasus baru terus meningkat. Sepanjang Juli dan Agustus, kasus di Singapura meningkat hingga lebih dari 100 per hari setelah hampir setahun tidak ada infeksi karena kebijakan tanpa toleransi sebelumnya. Kebijakan itu termasuk perintah tinggal di rumah, pengujian intensif dan pelacakan kontak, dan larangan pengunjung asing.
Munculnya varian Delta menjadi penyebab lonjakan infeksi. Data Singapura menunjukkan bahwa 52% penderita telah divaksinasi sementara 48% tidak divaksinasi.
Sebanyak 98% orang yang terinfeksi dalam 28 hari terakhir bergejala ringan atau tidak sama sekali. Singapura menemukan kasus tanpa gejala dengan menguji kontak dekat dari individu yang terinfeksi.
Kenneth Mak, direktur layanan medis Singapura, mengatakan kepada Straits Times Singapura bahwa yang divaksinasi di Singapura 12 kali lebih kecil kemungkinannya untuk meninggal atau memerlukan rawat inap daripada yang tidak divaksinasi.
Sebagian besar pusat penyebaran virus corona di Singapura adalah kluster pemukiman, termasuk asrama dan apartemen serta kebiasaan warga untuk saling mengunjungi.
Menurut Todayonline, beberapa pemukinan yang menjadi kluster penularan adalah Blue Stars Domitory dengan 401 kasus, Woodlands Dormitory (216), Avery Lodge (256), dan pusat grosir Pasir Panjang dengan 106 kasus.
Larangan mengunjungi selama kasus ini meningkat banyak dikeluhkan warga. Lim, seorang wanita berusia 72 tahun, mengaku bingung tidak boleh mengunjungi kakak iparnya yang berusia 85 tahun di panti jompo.
“Ikatan keluarga itu penting. Anda hentikan itu ... Anda tidak ingin orang tua merasa kami menelantarkan atau menolak mereka,” kata Lim seperti dikutip CNA.