TEMPO.CO, Jakarta - Pasukan Junta Myanmar menahan seorang anak laki-laki berusia 14 tahun selama lebih dari dua minggu dan akan membebaskannya jika ayahnya, mantan pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), menyerahkan diri, kata seorang teman keluarga itu.
Polisi dan tentara menggerebek rumah Kyaw San Lin di Kota Taungtha, Wilayah Mandalay pada 3 September 2021. Karena yang dicari tidak ada, mereka kemudian membawa bocah bernama Khant Wai Lin itu.
Kyaw San Lin, 40 tahun, adalah mantan ketua NLD untuk desa Taung Lel Kan dan dituduh oleh junta melatih para pejuang perlawanan atau PDF.
“Mereka datang mencari suami saya dan mengambil anak itu, mengatakan bahwa mereka membutuhkannya untuk menunjukkan kepada mereka di mana ayahnya berada,” kata Myint Khine, ibu anak laki-laki itu seperti dikutip Mynamar Now, Selasa, 21 September 2021.
“Saya tidak tahu dia akan ditahan. Dia kelas 9 sekarang, dia baru 14 tahun.”
Anak laki-laki itu ditahan di sebuah panti jompo di kotapraja tempat tentara ditempatkan. Myint Khine, yang juga memiliki seorang putri berusia dua tahun, telah mengunjungi beberapa kali untuk memohon kepada tentara agar membebaskan putranya.
“Saya terus menunggu pembebasannya. Saya tidak menginginkan hal lain, saya hanya ingin putra saya kembali,” kata Myint Khine, yang ditinggal sendirian di rumah bersama putrinya yang berusia 2 tahun.
Seorang teman keluarga yang menemaninya berunding dengan tentara di panti jompo mengatakan bahwa seorang komandan taktis mengatakan kepada mereka bahwa militer akan membebaskan remaja itu hanya jika sang ayah datang untuk berbicara dengan mereka.
"Komandan taktis mengatakan bahwa mereka ingin ayahnya datang, dan mereka tidak akan melepaskan anak itu jika ayahnya tidak datang," kata teman keluarga itu.
“Mereka menuduhnya melatih PDF dan mengirim bantuan medis ke pasukan PDF yang terluka di Myingyan. Dia tidak melakukan hal seperti itu sebenarnya,” kata sumber tadi.
Dari persembunyian, Kyaw San Lin mengatakan kepada Myanmar Now bahwa meskipun dia pernah menjadi ketua NLD untuk desanya, dia telah kehilangan kontak dengan partai tersebut sejak kudeta dan tidak terlibat dalam protes apapun terhadap rezim.
“Saya hanya takut disiksa dan dibunuh [jika saya menyerahkan diri],” katanya.
Myanmar Now tidak dapat menghubungi unit militer setempat untuk mendapatkan informasi tentang kasus tersebut.
Pasukan Perlawanan Rakyat di beberapa lokasi di Myanmar se[-erti di Thantlang, Negara Bagian Chin, mencoba melawan Junta Militer dengan taktik gerilya karena kalah persenjataan dan jumlah.