TEMPO.CO, Jakarta - Departemen Kehakiman AS tidak akan mentolerir serangan terhadap orang yang mencari atau menyediakan fasilitas aborsi di Texas. Pemerintah Federal menentang undang-undang negara bagian tentang larangan hampir total terhadap aborsi di Texas.
Undang-undang, yang dikenal sebagai SB8, menyerahkan penegakan hukum kepada warga negara individu, memungkinkan mereka untuk menuntut pihak yang menyediakan atau "membantu atau bersekongkol" melakukan aborsi setelah sekitar enam minggu kehamilan, demikian dikabarkan Reuters, Selasa, 7 September 2021.
Jaksa Agung Amerika Serikat Merrick Garland mengatakan bahwa departemennya akan "melindungi mereka yang ingin mendapatkan atau menyediakan layanan kesehatan reproduksi" melalui undang-undang tahun 1994 yang dikenal sebagai Undang-Undang Kebebasan Akses ke Klinik (FACE Act).
FACE Act melarang penggunaan kekerasan dan penghalangan fisik untuk mengganggu seseorang dalam memperoleh atau memberikan pelayanan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi. Mantan Presiden Bill Clinton mendukung undang-undang tersebut dalam menanggapi kekerasan oleh aktivis anti-aborsi pada 1980-an dan 90-an.
"Departemen akan memberikan dukungan dari penegak hukum federal ketika klinik aborsi atau pusat kesehatan reproduksi diserang," kata Garland, yang menambahkan bahwa dia "tidak akan mentolerir kekerasan terhadap mereka yang mencari atau menyediakan layanan kesehatan reproduksi."
Garland mengatakan Departemen Kehakiman akan menegakkan FACE Act sementara "segera mengeksplorasi semua opsi untuk menantang SB8 Texas untuk melindungi hak konstitusional perempuan dan orang lain."
Kantor Gubernur Texas Greg Abbott tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Sejumlah aktifis mengecam ketentuan baru itu. "Ini sedikit seperti Wild West," kata Harold Krent, seorang profesor di Chicago-Kent College of Law kepada Reuters.
Dia menyebutnya sebagai kemunduran ke awal sejarah AS, yang hukum ditegakkan secara pribadi karena pemerintah terbatas dan hanya ada sedikit penegakan hukum yang terorganisir.
Hukum yang disebut S.B. 8, melarang aborsi setelah enam minggu kehamilan. Itu sering terjadi sebelum wanita menyadari bahwa mereka hamil dan dapat secara efektif melarang 85% hingga 90% aborsi, kata juru kampanye hak aborsi.
Krent mengatakan, tindakan itu bisa saja disalahgunakan karena siapa pun dapat menuntut dengan alasan apa pun, tanpa pejabat pemerintah menjalankan jenis kebijaksanaan yang biasanya mereka lakukan untuk menegakkan hukum.
Undang-undang SB8 tersebut mulai berlaku Rabu pagi besok di Texas setelah Mahkamah Agung AS tidak bertindak atas permintaan kelompok hak aborsi untuk memblokirnya. Hal itu menunjukkan bahwa hakim Mahkamah Agung semakin dekat untuk membatalkan Roe v. Wade, keputusan tahun 1973 yang menyatakan bahwa hak aborsi telah dilindungi.