TEMPO.CO, Jakarta - Junta Myanmar dikabarkan telah menyepakati tawaran gencatan senjata hingga akhir tahun 2021 yang ditawarkan oleh ASEAN. Dikutip dari kantor berita Reuters, Myanmar menerima tawaran tersebut karena ASEAN menjanjikan pengiriman bantuan kemanusiaan yang nilainya kurang lebih US$8 juta.
Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar, Erywan Yusof, menjadi pihak yang menawarkan gencatan senjata. Ia menawarkannya pada pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Wunna Maung Lwin dan perwakilan militer. Adapun pertemuan digelar secara virtual karena Yusof belum mendapat lampu hijau untuk pergi ke Myanmar.
"Ini bukan gencatan senjata politis. Ini adalah gencatan senjata untuk menjamin keamanan dalam pemberian bantuan kemanusiaan," ujar Erywan, dikutip dari Reuters, Senin, 7 September 2021.
Erywan melanjutkan bahwa pembahasan gencatan senjata antara dirinya dengan Junta Myanmar berlangsung lancar. Bahkan, kata Erywan, dirinya tidak mendapat penolakan dalam bentuk apapun dari Junta Myanmar.
Aktivis pro-demokrasi Myanmar, Thinzar ShunLei Yi, menanggapi kesepakatan tersebut dengan nada skeptis. Menurutnya, jika melihat kebiasaan selama ini, Junta Myanmar tidak akan memeatuhi kesepakatan tersebut. Dengan kata lain, meski bantuan kemanusiaan diberikan, gencatan senjata tak akan benar-benar dihentikan.
"Gencatan senjata (yang disepakati) hanya cara militer mengulur waktu untuk mengisi ulang amunisinya," ujar Thinzar.
Hal senada disampaikan oleh Deputi Menteri Maw Htun Aung dari National Unity Government (NUG). Ia berkata, apa yang perlu dilakukan ASEAN bukanlah mengincar gencatan senjata, melainkan menghentikan pembunuhan dan terorisme oleh Junta Myanmar.
Per berita ini ditulis, Junta Myanmar belum memberikan tanggapan apapun atas pernyataan Erywan Yusof. Adapun Junta Myanmar
Baca juga: Ingin Temui Aung San Suu Kyi, ASEAN Lakukan Pembicaraan dengan Junta Myanmar
ISTMAN MP | REUTERS