TEMPO.CO, Jakarta - Pejabat Amerika yang tengah memproses pengungsi Afghanistan di luar negeri, yang kabur dari Taliban, baru-baru ini menemukan adanya perempuan dan anak yang dipaksa menikah atau tiba dengan pasangan pria yang menyamar sebagai suami. Hal itu, ternyata, mereka lakukan agar memenuhi syarat untuk dievakuasi dan melarikan diri dari kelompok Taliban.
Dilansir dari CNN, Jumat kemarin, temuan tersebut terungkap saat proses transit di Uni Emirat Arab. Pejabat Amerika, yang enggan disebutkan namanya, mengatakan beberapa perempuan Afghanistan membuat pengakuan bahwa mereka sejatinya tidak benar-benar menikah dengan pasangan pria yang datang bersamanya.
Mereka menjelaskan, pernikahan mereka hanyalah upaya untuk mengelabui pemeriksaan di luar Bandara Hamid Karzai, Kabul. Malah, sejumlah pernikahan dilakukan secara kilat di luar kompleks bandara Kabul agar tidak berjauhan dengan lokasi evakuasi.
Dalam beberapa kasus yang dilaporkan, sumber CNN mengatakan pernikahan yang ada dipaksa oleh keluarga dari pihak perempuan. Bahkan, ada juga keluarga yang membayar pria yang memenuhi syarat untuk evakuasi ribuan dolar agar menikahi atau menyamar sebagai suami dari anak perempuan mereka.
Sumber berbeda mengatakan diplomat Amerika di Uni Emirat Arab akan memberikan panduan kepada mereka yang bekerja di pusat evakuasi tentang bagaimana mengidentifikasi calon korban perdagangan manusia. Selain itu, Departemen Luar Negeri Amerika akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Departemen Keamanan Dalam Negeri dan Departemen Pertahanan soal isu pernikahan paksa atau pernikahan palsu tersebut.
Sejak Taliban mengambil alih pemerintahan Afghanistan, isu perempuan memang menjadi salah satu hal yang kerap diperhatikan. Berkaca pada pengalaman di masa lalu, Taliban kerap memarginalkan kelompok perempuan dengan membatasi hak-hak mereka atau memaksa mereka mengikuti syariah Islam.
Sekarang, di Afghanistan, Sekelompok aktivis perempuan menggelar protes kecil untuk menyerukan persamaan hak dan partisipasi penuh dalam kehidupan politik. Meski keselamatan mereka terancam, Jaringan Partisipasi Politik Perempuan di Afghanistan ingin Taliban melibatkan mereka dalam pemerintahan atau pengambilan kebijakan.
Baca juga: Wanita Afghanistan Nekat Demo Meski Ada Ancaman Taliban
ANDITA RAHMA | CNN