TEMPO.CO, Jakarta - Belum usai pandemi Covid-19, Afrika Barat diserang virus Marburg. Virus ini terdeteksi di salah satu daratan Afrika Barat, tepatnya di Republik Guinea. Dalam pernyataan resminya di laman who.int, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Marburg mirip dengan ebola, salah satu virus yang cukup mematikan dan telah menelan banyak korban.
Dilansir dari laman africacdc.org, Marburg Virus Disease (MVD) atau biasa disebut virus marburg, yang sebelumnya dikenal sebagai demam berdarah Marburg, adalah penyakit yang dapat menyebabkan kefatalan pada manusia. Virus Marburg ditularkan ke manusia dari kelelawar buah dan menyebar ke sesama manusia melalui penularan dari manusia ke manusia yang menyebabkan demam berdarah yang parah pada manusia.
Tingkat fatalitas kasus untuk virus Marburg adalah antara 23 persen hingga 90 persen. Wabah dan kasus yang telah dilaporkan hingga saat ini mulai dari Angola, Republik Demokratik Kongo, Kenya, dan Afrika Selatan pada seseorang dengan riwayat perjalanan yang sedang ke Zimbabwe.
Masa inkubasi MVD mulai dari 2 hingga 9 hari dimana penularan tidak terjadi selama masa inkubasi. Penularan virus dari orang ke orang membutuhkan kontak yang sangat dekat dengan pasien. Infeksi terjadi akibat kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya seperti feses, muntahan, urin, dan saliva dengan konsentrasi virus yang tinggi, terutama bila cairan tersebut mengandung darah. Sedangkan penularan melalui air mani yang terinfeksi dapat terjadi hingga tujuh minggu setelah pemulihan klinis.
Gejala dari MVD ditandai dengan demam, menggigil, sakit kepala, dan nyeri otot. Setelah lima hari pascatimbulnya gejala, muncul ruam dada, punggung, atau perut. Mual, muntah, nyeri dada, sakit tenggorokan, sakit perut, dan diare juga mungkin muncul. Gejala menjadi semakin parah hingga menyebabkan penyakit kuning, radang pankreas, penurunan berat badan yang parah, delirium, syok, gagal hati, perdarahan masif, dan disfungsi multi-organ.
Sampai saat ini, belum ada pengobatan khusus untuk MVD. Perawatan preventif dengan rehidrasi dan pengobatan simtomatik dapat meminimalisir penyakit ini. Meski belum ada pengobatan yang terbukti dapat menetralisir virus, tetapi serangkaian terapi darah, imunologi, dan obat-obatan sedang dikembangkan untuk mengatasi virus ini.
Tindakan pencegahan terhadap infeksi virus Marburg juga jelas, karena penularan dari satwa liar ke manusia masih menjadi bidang penelitian yang sedang berlangsung hingga saat ini. Namun, dengan menghindari kelelawar buah dan primata non-manusia yang sakit di Afrika tengah, merupakan salah satu cara untuk melindungi diri dari infeksi yang dapat dilakukan.
Tindakan pencegahan penularan sekunder, atau dari orang ke orang, serupa dengan yang digunakan untuk demam berdarah lainnya. Jika pasien dicurigai atau dikonfirmasi menderita virus Marburg atau demam berdarah Marburg, teknik merawatnya perlu dengan APD sebagaimana diterapkan pada pasien Covid-19 untuk mencegah kontak fisik langsung dengan pasien.
NAUFAL RIDHWAN ALY
Baca: Penyakit Virus Marburg Menambah Wabah Covid-19 dan Ebola di Negara ini