TEMPO.CO, Jakarta - Vaksin COVID-19 Johnson & Johnson berpotensi menyusul AstraZeneca sebagai vaksin yang tidak dianjurkan untuk digunakan secara luas. Perkembangan terbaru, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) serta Badan Regulator Obat-obatan (FDA) Amerika merekomendasikan agar Amerika tidak dulu menggunakan vaksin Johnson & Jonhnson secara luas.
Dikutip dari CNN, rekomendasi itu dikeluarkan kedua lembaga karena mereka mendapati sejumlah kasus pembekuan darah pada vaksin berteknologi Adenovirus. Adenovirus adalah virus jinak yang berfungsi untuk memperkenalkan protein coronavirus ke sel tubuh demi memicu respon imun. Adapun sejauh ini, hanya ada dua vaksin yang menggunakan teknologi tersebut, Johnson & Johnson serta AstraZeneca.
"CDC akan menggelar pertemuan dengan Dewan Penasihat Kegiatan Imunisasi pada Rabu ini untuk mengkaji lebih lanjut kasus yang ada dan menilai signifikansinya," ujar keterangan pers CDC dan FDA, Selasa, 13 April 2021.
CDC dan FDA berkata, mereka menemukan setidaknya enam kasus pembekuan darah yang berkaitan dengan penggunaan vaksin Johnson & Johnson. Keenamnya ditemukan dari total 6,8 juta dosis vaksin Johnson & Johnson yang sudah diberikan ke publik.
Lebih lanjut, keenam kasus melibatkan perempuan dengan usia 18-48 tahun. Kasus muncul 6-13 hari sejak dosis disuntikkan. Dengan kata lain, kasus yang terjadi di Amerika tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di negara-negara lain di mana penggunaan vaksin AstraZeneca kemudian difokuskan pada pasien-pasien lansia saja.
Botol dan jarum suntik terlihat di depan logo Johnson & Johnson yang ditampilkan dalam ilustrasi yang diambil pada 11 Januari 2021. [REUTERS / Dado Ruvic / Ilustrasi]
"CDC dan FDA akan me-review analisis terbaru dan kemudian menginvestigasi keenam kasus tersebut. Hingga proses itu selesai, kami merekomendasikan pemerintah untuk menahan dulu penggunaan vaksin Johnson & Johnson atas dasar keamanan."
"Ini adalah langkah penting yang salah satunya bertujuan untuk memastikan para petugas medis sadar akan potensi buruk yang bisa terjadi. Selain itu, juga untuk menyusun langkah perawatan yang diperlukan jika ada kasus pembekuan darah," ujar CDC dan FDA menegaskan.
Diberitakan sebelumnya, vaksin COVID-19 Johnson & Johnson banyak digunakan di Amerika karena dosisnya yang tak sebesar vaksin-vaksin lainnya. Di saat kebanyakan vaksin meminta penyuntikkan dua kali, vaksin Johnson & Johnson hanya perlu disuntikkan sekali. Dengan kata lain, vaksin Johnson & Johnson potensial digunakan untuk menggenjot kampanye vaksinasi di Amerika.
Per berita ini ditulis, angka vaksinasi COVID-19 di Amerika sudah mencapai 3,21 juta per hari. Hal itu sudah melebihi target vaksinasi yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Joe Biden di awal kepemipinannya, 1,5 juta per hari. Dengan capaian tersebut, diprediksi Amerika akan mencapai herd immunity tahun ini.
Adapun jumlah vaksin COVID-19 yang telah didistribusikan di Amerika sejauh ini ada 237 juta dosis. Dari angka itu, jumlah vaksin yang sudah diberikan ada 189 juta dosis. Sementara itu, untuk total kasus COVID-19 di Amerika ada 31 juta orang dengan jumlah korban meninggal ada 576 ribu.
Baca juga: Uni Eropa Selidiki Kasus Pembekuan Darah Vaksin Covid-19 Johnson & Johnson
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA