TEMPO.CO, Jakarta - Militer Myanmar memutuskan untuk menghentikan pembantaian yang mereka lakukan beberapa hari terakhir. Dikutip dari Channel News Asia, hal itu mereka lakukan dengan mengumumkan gencatan senjata secara sepihak pada hari Rabu kemarin, 31 Maret 2021. Namun, Militer Myanmar menyatakan akan memberikan respon keras apabila mendapati adanya aksi yang mengganggu administrasi dan keamanan pemerintahan.
"Aksi" yang dimaksud oleh Militer Myanmar tersebut tak lain adalah gerakan pemberontakan sipil yang diinisiasi warga dan kelompok etnis bersenjata. Sejak kudeta Myanmar dimulai pada 1 Februari lalu, mereka secara aktif mendesak junta militer untuk mengakhiri kudeta dengan berbagai cara mulai dari demonstrasi hingga aksi mogok kerja.
Pengumuman "Gencatan Senjata" itu sendiri muncul setelah Militer Myanmar berhadapan dengan kelompok-kelompok etnis bersenjata di berbagai daerah. Beberapa di antaranya adalah Arakan Army di Rakhine dan Kachin Independence Army yang menyerang pos-pos Militer Myanmar di kota Shwegu.
Kelompok-kelompok etnis bersenjata tersebut sudah menyatakan bahwa mereka menolak kudeta Myanmar dan akan membalas aksi junta militer. Adapun untuk membalas aksi tersebut, mereka menyatakan akan mengesampingkan perbedaan, bekerja sama, dan meminta bantuan pihak asing jika diperlukan.
"Kita harus melakukan yang terbaik untuk melindungi nyawa dan harta benda orang-orang yang tertindas," ujar juru bicara Arakan Armu, Khaing Thukha, pada Rabu kmearin. Thukha berkata, sudah saatnya kelompok etnis bersenjata Myanmar bergandengan tangan untuk melindungi warga sipil yang tertindas dari rezim militer.
Sejauh ini, baru ada tiga kelompok etnis yang bersatu melawan kudeta Myanmar. Mereka, yang menamai dirinya Aliansi Persaudaraan Tripartit, terdiri atas Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA), Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA), dan Arakan Army (AA).
Per berita ini ditulis, pihak Militer Myanmar belum mau berkomentar apakah gencatan senjata diberlakukan sebagai respon atas bersatunya para kelompok etnis bersenjata.
Dari sekian banyak kelompok etnis bersenjata yang ada, Militer Myanmar paling sering berhadapan dengan Arakan Army. Peperangan di antara keduanya terus meningkat sejak November 2018 hingga November 2020. Konflik tersebut menyebabkan ratusan korban sipil tewas dan 200 ribu penduduk mengungsi ke wilayah lain.
Baca juga: Arakan Army Siap Bersatu dengan Etnis Lain untuk Lawan Militer Myanmar
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA