TEMPO.CO, Jakarta - Korban jiwa terus bertambah tiap harinya di Myanmar. Perkembangan terbaru, menurut laporan kantor berita Reuters, jumlah korban jiwa telah mencapai 510 orang sejak kudeta Myanmar dimulai pada 1 Februari lalu. Sebanyak 14 di antaranya dibunuh oleh personil Militer Myanmar pada Senin kemarin, 29 Maret 2021.
Upaya Militer Myanmar menekan perlawanan warga memang kian keras beberapa hari terakhir. Mereka mulai menggunakan peluru dengan kaliber lebih besar dibanding biasanya. Hal itu mereka lakukan untuk mendobrak barikade yang dibangun masyarakat. Militer Myanmar, lewat stasiun televisi miliki pemerintah, mengklaim menggunakan senjata sesuai standar anti huru-hara.
"Kami menggunakan senjata khusus anti huru-hara untuk memukul mundur para warga yang telah bertindak seperti teroris," ujar Militer Myanmar, dikutip dari kantor berita Reuters, Selasa, 30 Maret 2021.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kembali mendesak Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing untuk segera mengakhiri kudeta beserta pembantaian yang ada. Sejauh ini, tidak ada respon dari Min Aung Hlaing ataupun Militer Myanmar.
Menurut data Asoasiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik Myanmar (AAPP), angka pembantaian terbesar dibuat Militer Myanmar pada Sabtu pekan lalu. Di hari itu, Militer Myanmar membunuh 141 orang, menjadikannya sebagai hari paling berdarah sepanjang kudeta.
Menanggapi situasi yang terjadi, kelompok etnis bersenjata di Myanmar mengancam akan ikut turun ke lapangan untuk melawan aksi militer. Lewat surat pernyataan bersama, mereka menyatakan akan membantu siapapun dan negara manapun yang ingin mewujudkan revolusi di Myanmar dan mengakhiri kudeta.
Sementara itu, warga di lapangan menyatakan akan menggelar aksi baru untuk menentang kudeta Myanmar. Kali ini aksi melempar sampah ke jalanan kota-kota besar. Jika tidak ada halangan, aksi tersebut akan mulai digelar pada hari ini di mana sudah diumumkan para aktivis via ke para warga Myanmar di setiap sudut kota.
Baca juga: Dewan Keamanan PBB Akan Rapat Bahas Myanmar
ISTMAN MP | REUTERS