TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan Afghanistan mendapat reaksi keras soal kebijakan menyanyi di ruang publik. Gara-garanya, dikutip dari kantor berita Al Jazeera, mereka melarang pelajar perempuan berusia di atas 12 tahun untuk menyanyi di event publik. Pengecualian akan diberikan Kementerian Pendidikan Afghanistan apabila siswi itu menyanyi di sebuah acara yang pesertanya perempuan semua.
Kebijakan yang juga melarang guru musik pria mengajar siswa perempuan tersebut bocor lewat pemberitan media-media lokal. Menurut aktivis hak-hak perempuan, kebijakan tersebut adalah diskriminasi gender dan tidak seharusnya dibuat, apalagi oleh Kementerian Pendidikan.
"Pendidikan, kebebasan berpendepat, dan ekspresi akan kemampuan artistik adalah hak dasar dari semua anak, berapapun usia dan apapun gendernya. Anak-anak, baik pria maupun perempuan, berhak mengekspresikan dirinya secara adil dan bebas selama masih dalam aturan hukum yang berlaku," ujar Komisi Hak Asasi Manusia Independen Afghanistan (AIHRC), Kamis, 11 Maret 2021.
Kritikan senada datang dari Direktur Institut Musik Nasional Afghanistan, Ahmad Nase Sarmast. Sarmast menyebut kebijakan itu sebagai pelanggaran legislasi nasional maupun internasional soal hak asasi manusia, hak anak-anak, hak perempuan, hak musisi, dan hak kebebasan berpendapat.
Juru bicara Kementerian Pendidikan, Najiba Arian, mengkonfirmasi larangan tersebut terlepas kritikan yang diterima. Ia mengatakan, larangan menyanyi di event publik untuk siswi perempuan itu akan berlaku di 34 provinsi Afghanistan.
Seorang siswa mengikuti kegiatan belajar tatap muka di sebuah sekolah di Faizabad yang terletak di Provinsi Badakhshan, Afghanistan utara, pada 4 Oktober 2020. Sekolah-sekolah di seluruh Afghanistan belum lama ini kembali dibuka setelah lebih dari enam bulan ditutup karena pandemi COVID-19. (Xinhua/Stringer)
Adapun alasan di balik larangan itu, klaim Arian, adalah keluhan dari para orang tua. Ia berkata, orang tua mengeluh menyanyi di event publik malah anak menambah beban anak mereka yang sudah banyak dari kegiatan-kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Arian tidak menjelaskan secara spesifik kenapa soal beban belajar bisa berujung pada larangan menyanyi secara luas. Selain itu, ia juga tidak menjelaskan kenapa hal tersebut hanya berlaku kepada siswa perempuan.
Sebagai catatan, di rezim Taliban, dari 1996-2001, menyanyi, mendengarkan, dan menulis musik dilarang secara nasional. Mereka menganggap hal itu akan memberikan pengaruh buruk.
Larangan itu berubah ketika Militer Amerika menggulingkan Taliban. Sejak itu, perempuan-perempuan Afghanistan memperoleh kembali hak-haknya. Namun, seiring dengan berjalannya negosiasi damai antara Afghanistan dan Taliban di sana, yang dimediasi oleh Amerika, perempuan Afghanistan khawatir hak-hak mereka kembali direbut.
Kebijakan soal larangan menyanyi di event publik itu juga bukan kebijakan pertama dari Kementerian Pendidikan Afghanistan yang dikritik. Tahun lalu, mereka dikritik karena mewajibkan tiga tahun pertama pendidikan dasar untuk digelar di dalam masjid dengan alasan "semangat Islami".
Baca juga: 500 Ribu Dosis Vaksin Virus Corona AstraZeneca Tiba di Afganistan
ISTMAN MP | AL JAZEERA