Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Melepas Rindu kepada Mereka yang Meninggal dalam Tsunami dengan Telepon Angin

image-gnews
Kazuyoshi Sasaki, 67 tahun, kehilangan istrinya Miwako dalam bencana gempa dan tsunami 11 Maret 2011, menangis ketika dia menelepon nomor istrinya di bilik telepon angin yang dipakai para kerabat korban bencana menghubungi orang yang mereka cintai di Kota Otsuchi, Prefektur Iwate, Jepang utara, 27 Februari 2021.[REUTERS/Issei Kato]
Kazuyoshi Sasaki, 67 tahun, kehilangan istrinya Miwako dalam bencana gempa dan tsunami 11 Maret 2011, menangis ketika dia menelepon nomor istrinya di bilik telepon angin yang dipakai para kerabat korban bencana menghubungi orang yang mereka cintai di Kota Otsuchi, Prefektur Iwate, Jepang utara, 27 Februari 2021.[REUTERS/Issei Kato]
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Warga Jepang telah memakai telepon angin untuk melepas rindu kepada orang tercintai yang meninggal karena tsunami.

Bilik telepon putih itu dibangun di bawah pohon ceri rindang. Terlihat pria bernama Kazuyoshi Sasaki menelepon nomor ponsel mendiang istrinya, Miwako.

Dia menceritakan bagaimana dia mencarinya selama berhari-hari setelah gempa bumi dan tsunami dahsyat sepuluh tahun lalu, mengunjungi pusat evakuasi sampai ke tempat penampungan mayat sementara, kemudian kembali pada malam hari ke reruntuhan rumah mereka.

"Itu semua terjadi dalam sekejap, aku tidak bisa melupakannya bahkan sekarang," katanya sambil menangis sambil memegang gagang telepon hitam. "Aku mengirimimu pesan untuk memberitahumu di mana aku berada, tapi kamu tidak pernah membalasnya."

"Ketika aku kembali ke rumah dan melihat ke langit, ada ribuan bintang, itu seperti melihat kotak permata," kata pria berusia 67 tahun itu, dikutip dari Reuters, 6 Maret 2021. "Aku menangis dan terus menangis, tahu bahwa begitu banyak orang telah meninggal."

Istri Sasaki adalah satu dari hampir 20.000 orang di timur laut Jepang yang tewas akibat bencana yang melanda 11 Maret 2011.

Dia telah mengenal dan mencintai istrinya Miwako hampir sepanjang hidupnya dan pertama kali menyatakan cintanya ketika mereka berdua masih di sekolah menengah pertama, tetapi saat itu dia ditolak. Baru 10 tahun kemudian keduanya mulai berkencan. Akhirnya, mereka menikah dan memiliki empat anak.

Sasaki menjelaskan kepada istrinya bahwa dia baru saja pindah dari rumah sementara dan putra bungsu mereka sekarang membangun rumah baru di mana dia dapat tinggal bersama cucu mereka.

Sebelum menutup telepon, Sasaki memberi tahu Miwako bahwa cek medisnya yang terakhir menunjukkan berat badannya turun.

"Aku akan menjaga diriku sendiri," dia berjanji kepada mendiang istrinya. "Aku sangat senang kita bertemu, terima kasih, kita semua melakukan apa yang kita bisa, aku akan menelepon kamu lagi."

Seperti ribuan orang lainnya di permukiman pesisir yang hancur, Kazuyoshi Sasaki, yang juga merupakan anggota dewan kota, tidak hanya kehilangan istrinya tetapi banyak kerabat dan teman lainnya dalam bencana tersebut.

Sachiko Okawa, 76 tahun, yang kehilangan suaminya dalam bencana gempa dan tsunami 11 Maret 2011, berpose bersama dua cucunya Reo dan Daina sambil memegang foto mendiang suaminya di samping bilik telepon angin di Kota Otsuchi, Prefektur Iwate, Jepang utara, 27 Februari 2021.[REUTERS/Issei Kato]

Banyak penyintas tsunami mengatakan saluran telepon yang tidak terhubung di kota Otsuchi membantu mereka tetap berhubungan dengan orang yang mereka cintai, paling tidak memberi penghiburan di kala sedih.

Sebelum Sasaki menelepon istrinya pada hari itu, Sachiko Okawa menelepon Toichiro, mendiang suaminya yang dinikahinya selama 44 tahun. Dia bertanya kepadanya tentang rutinitasnya sejak dia tersapu oleh tsunami satu dekade lalu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Aku kesepian," katanya dengan suara serak, dan meminta Toichiro untuk menjaga keluarga mereka. "Sampai jumpa lagi, aku akan segera kembali."

Okawa mengatakan dia terkadang merasa dia bisa mendengar suara Toichiro di ujung telepon.

"Itu membuatku merasa sedikit lebih baik," kata Okawa.

Perempuan 76 tahun, yang mengetahui tentang bilik telepon di taman lereng bukit dari teman-temannya, sering membawa kedua cucunya ke sana agar mereka juga dapat berbicara dengan kakek mereka.

"Kakek, sudah 10 tahun berlalu dan aku akan masuk SMP," kata Daina, cucu Okawa yang berusia 12 tahun, saat mereka semua masuk ke dalam kotak telepon. "Ada virus baru yang membunuh banyak orang dan itulah mengapa kita memakai masker. Tapi kita semua baik-baik saja."

Itaru Sasaki, 76 tahun, yang membangun telepon angin (Kaze-no-Denwa), telepon yang digunakan untuk menghubungi kerabat yang meninggal selama bencana tsunami dan gempa 11 Maret 2011, di Kota Otsuchi, Prefektur Iwate, Jepang, 27 Februari 2021.[REUTERS/Issei Kato]

Bilik telepon dibangun oleh Itaru Sasaki, yang memiliki sebuah taman di Otsuchi, kota yang teletak sekitar 500 km timur laut Tokyo, beberapa bulan sebelum bencana, setelah dia kehilangan sepupunya karena kanker.

"Ada banyak orang yang tidak bisa mengucapkan selamat tinggal," katanya. "Ada keluarga yang berharap mereka bisa mengatakan sesuatu jika mereka bisa bercakap lagi."

Baca juga: Diguncang Gempa Besar, Jepang Alami Blackout

Bilik telepon itu kini menarik ribuan pengunjung dari seluruh Jepang. Telepon itu tidak hanya digunakan oleh para penyintas tsunami, tetapi juga oleh orang-orang yang kehilangan sanak saudara karena sakit dan bunuh diri. Telepon itu dijuluki "telepon angin" atau Kaze-no-Denwa. Telepon angin itu bahkan menginspirasi sebuah film baru-baru ini.

Beberapa bulan lalu, Sasaki mengatakan dia didekati oleh penyelenggara yang ingin memasang bilik telepon serupa di Inggris dan Polandia, yang memungkinkan orang menelepon kerabat mereka yang hilang dalam pandemi virus corona.

"Layaknya bencana, pandemi datang tiba-tiba dan ketika kematian datang mendadak, kesedihan yang dialami sebuah keluarga juga jauh lebih besar," kata pria Jepang berusia 76 tahun, yang membuat telepon angin itu.

REUTERS

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Gempa M 5,0 di Talaud Malam Ini Akibat Deformasi Batuan di Lempeng Laut Filipina

7 jam lalu

Ilustrasi gempa. shutterstock.com
Gempa M 5,0 di Talaud Malam Ini Akibat Deformasi Batuan di Lempeng Laut Filipina

Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG menyatakan belum ada laporan dampak kerusakan akibatb gempa magnitudo 5,0 tersebut.


Dua Gempa Guncang Nepal Sebabkan 17 Cedera dan Tanah Longsor

7 jam lalu

Seismograf gempa bumi. ANTARA/Shutterstock/pri
Dua Gempa Guncang Nepal Sebabkan 17 Cedera dan Tanah Longsor

Dua gempa mengguncang Nepal bagian barat pada Selasa, 3 Oktober 2023, melukai 17 orang, merusak rumah dan memicu tanah longsor yang menutup jalan raya


Profil Akio Morita Pendiri Sony Corporation, Kisah Sukses Anak Pengusaha Sake

10 jam lalu

Akio Morita, pendiri Sony Corporation. akiomorita.com
Profil Akio Morita Pendiri Sony Corporation, Kisah Sukses Anak Pengusaha Sake

Akio Morita pendiri Sony Corporation anak seorang pengusaha sake, yang sukses sebagai pengusaha produsen barang elektronik. Ini profilnya.


Dipelopori Jepang, Begini Sejarah Awal Mula Kereta Cepat

14 jam lalu

Kereta Cepat Jakarta Bandung di Stasiun Halim. TEMPO/Tony Hartawan
Dipelopori Jepang, Begini Sejarah Awal Mula Kereta Cepat

Jepang adalah pelopor pertama kereta cepat di dunia. Proyek kereta cepat di Jepang mulai digagas pada dekade 1930-an.


Gempa Guncang Napoli Beberapa Jam Jelang Napoli vs Real Madrid di Liga Champions

16 jam lalu

Stadio Diego Armando Maradona. FOTO/twitter
Gempa Guncang Napoli Beberapa Jam Jelang Napoli vs Real Madrid di Liga Champions

Hotel tim Real Madrid terletak di pusat kota Napoli, jauh dari daerah yang paling terkena dampak.


Motor Balap Mario Aji Bermasalah di Moto3 Jepang, Kenapa?

20 jam lalu

Mario Aji di Moto3 Jepang 2023. (Foto: Honda Team Asia)
Motor Balap Mario Aji Bermasalah di Moto3 Jepang, Kenapa?

Pembalap muda Indonesia Mario Aji mengalami masalah pada motor balapnya di Grand Prix Moto3 Jepang 2023. Simak selengkapnya di sini:


Monumen Gempa dan Refleksi 30 September di Kota Padang

1 hari lalu

Salah satu penyiar Radio Republik Indonesia yang menjadi pelaku sejarah gempa Kota Padang 2009, mengenang peristiwa tersebut saat peringatan 14 tahun gempa Kota Padang di Monumen Tugu Gempa, Sabtu, 30 September 2023. (TEMPO/Fachri Hamzah)
Monumen Gempa dan Refleksi 30 September di Kota Padang

Setiap 30 September selalu diadakan kegiatan refleksi dan tabur bunga untuk mengenang para korban gempa bumi Kota Padang 14 tahun silam.


Info Terkini Gempa M5,3 di Papua Barat Sore Ini Diikuti Dua Gempa Susulan

1 hari lalu

Ilustrasi gempa. shutterstock.com
Info Terkini Gempa M5,3 di Papua Barat Sore Ini Diikuti Dua Gempa Susulan

Gempa tidak berpotensi tsunami.


Galangan Kapal Paxocean di Batam Luncurkan Kapal Instalasi Turbin Angin Lepas Pantai

1 hari lalu

PaxOcean Group (PaxOcean) menyerahkan kapal self-elevating platform (SEP) untuk instalasi turbin angin lepas pantai kepada Penta-Ocean Construction Co. Ltd. (Penta-Ocean). Serah terima kapal SEP CP-16001 ini dilaksanakan di galangan kapal PaxOcean di Pulau Batam, Kepulauan Riau, Indonesia.
Galangan Kapal Paxocean di Batam Luncurkan Kapal Instalasi Turbin Angin Lepas Pantai

PaxOcean Group (PaxOcean) menyerahkan kapal self-elevating platform (SEP) untuk instalasi turbin angin lepas pantai kepada Penta-Ocean Jepang.


Peneliti Jepang Temukan Mikroplastik di Awan, Apa Bahayanya buat Manusia?

1 hari lalu

Lembaga ilmu pengetahuan nasional Australia menemukan bahwa terdapat sekitar 14 juta ton potongan plastik berukuran kecil di dasar laut.
Peneliti Jepang Temukan Mikroplastik di Awan, Apa Bahayanya buat Manusia?

Profesor di Universitas Waseda, yang memimpin peneliti Jepang telah mengeksplorasi jalur mikroplastik di udara saat benda ini beredar di biosfer.