TEMPO.CO, Jakarta - Advokat hak asasi manusia dan ketua Misi Pencari Fakta Internasional Independen Dewan HAM PBB di Myanmar, Marzuki Darusman, mengatakan dunia internasional belum cukup melakukan tekanan ke junta militer bahkan ketika korban jiwa semakin banyak berjatuhan.
Marzuki Darusman mengatakan bahwa perkembangan situasi di Myanmar sudah besar dan sudah semestinya komunitas internasional bertindak. "Kekerasan yang dilakukan pemerintah dan tentara dengan menggunakan seluruh peralatan pengendali kerusuhan seperti gas air mata, semprotan meriam air bertekanan tinggi, dan penghadangan dilakukan. Militer tidak menahan diri lagi," kata Marzuki Darusman kepada Tempo, 1 Maret 2021.
"Kekerasan aparat ini berlangsung dengan impunitas, tanpa penindakan hukum. Padahal aturan internasional soal protes rakyat, jelas sekali seharusnya ada perlindungan hukum untuk pemrotes," ujarnya.
Pada 28 Februari pengunjuk rasa anti-kudeta ditembaki di berbagai bagian kota terbesar Yangon setelah granat setrum, gas air mata, dan tembakan di udara, gagal membubarkan protes mereka, menurut laporan Reuters. Sedikitnya 18 orang tewas di tangan aparat keamanan Myanmar pada protes kemarin, menjadikannya sebagai demonstrasi paling berdarah sejak protes kudeta 1 Februari dimulai.
Pemerintah Indonesia, melalui pernyataan Kementerian Luar Negeri, mengaku sangat prihatin dengan meningkatnya kekerasan di Myanmar setelah belasan orang tewas dalam demonstrasi Ahad.
"Indonesia menyerukan agar aparat keamanan tidak menggunakan kekerasan dan menahan diri guna menghindari lebih banyak korban jatuh serta mencegah situasi tidak semakin memburuk," tulis pernyataan Kemenlu RI pada Ahad.
Para pengunjuk rasa berlindung saat mereka bentrok dengan petugas polisi anti huru hara selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. [REUTERS / Stringer]
Indonesia telah memimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dalam upaya menyelesaikan krisis di Myanmar, setelah tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi bersama sebagian besar pimpinan partainya.
Namun Marzuki Darusman mengatakan tindakan pemerintah Indonesia belum cukup untuk menyelesaikan konflik di Myanmar.
"Jadi negara ASEAN bersembunyi di balik satu sama lain. Ini memprihatinkan. Indonesia juga ikut bersikap demikian, seolah ini urusan dalam negeri Myanmar saja. Indonesia kemarin sudah menyatakan situasi di Myanmar perlu diselesaikan sesuai hukum dan dengan dialog. Itu menunjukkan Indonesia seperti peduli. Tapi di sisi lain juga menandakan Indonesia cuma memandang ini urusan dalam negeri. Ada dualisme sikap Indonesia," kata Maruziki Darusman.
Marzuki Darusman mengatakan keliru jika masalah Myanmar akan selesai dengan sendirinya, dan ini yang terlihat pada sikap negara-negara ASEAN. "Indonesia bisa memikul beban lebih besar kalau situasi di Myanmar berlarut-larut," ujarnya.
Maruski Darusman mengatakan Indonesia memiliki posisi yang baik di lembaga-lembaga politik PBB, baik di Dewan Keamanan maupun Dewan HAM. "Sebagai anggota Dewan Keamanan PBB, bagaimana pun Indonesia harus ikut bertanggung jawab terhadap konflik mana pun di dunia. Itu konsekuensi sebagai anggota DK PBB. Apalagi kalau masalah ini terjadi di depan rumah sendiri," papar Marzuki Darusman.
Pengadilan Myanmar mengajukan dakwaan lain terhadap pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi pada hari Senin, kata seorang pengacara yang mewakilinya, Reuters melaporkan.
Sementara itu, pengunjuk rasa kembali turun ke jalan menentang tindakan keras oleh pasukan keamanan yang menewaskan sedikitnya 18 orang pada hari sebelumnya.
Baca juga: Korban Berjatuhan di Myanmar, Pelapor Khusus PBB Minta Dunia Bertindak
Pelapor Khusus PBB Tom Andrews mengatakan negara anggota PBB memiliki opsi untuk meredam kekerasan dengan menghukum junta militer, memberlakukan embargo senjata, dan sanksi terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kudeta dan penindakan demonstrasi.
"Negara anggota PBB diharapkan menggelar pertemuan Dewan Keamanan PBB untuk segera menilai situasi dan mempertimbangkan untuk meminta otoritas Bab VII berdasarkan Piagam PBB," kata Tom Andrews dalam pernyataan tertulis.
Tom Andrews mengatakan sangat jelas serangan junta militer akan terus berlanjut sehingga komunitas internasional harus meningkatkan tanggapannya.
Dia mengusulkan embargo senjata global, lebih banyak sanksi dari lebih banyak negara terhadap mereka yang berada di balik kudeta militer Myanmar, sanksi terhadap bisnis militer Myanmar, dan rujukan Dewan Keamanan PBB ke Mahkamah Kejahatan Internasional.
REUTERS