TEMPO.CO, Jakarta - Pelapor Khusus PBB Tom Andrews mengatakan dunia harus bertindak ketika represi junta militer terhadap pengunjuk rasa Myanmar semakin brutal, dengan 18 orang tewas di tangan aparat ketika demonstrasi menentang kudeta militer pada Ahad.
Korban jiwa demonstrasi 28 Februari merupakan hari paling berdarah sejak protes kudeta 1 Februari 2021. Pengunjuk rasa antikudeta ditembaki di berbagai bagian kota terbesar Yangon setelah granat setrum, gas air mata, dan tembakan di udara, gagal membubarkan protes mereka, menurut laporan Reuters.
Tom Andrews telah mengatakan korban jatuh di Myanmar membuktikan junta militer telah mempraktikan kekejaman represif terhadap massa yang berunjuk rasa damai.
"Saya bisa melaporkan ke Dewan HAM PBB dan semua negara anggota PBB bahwa oposisi terhadap kudeta ilegal telah menyebar di seluruh Myanmar," kata Tom Andrews dalam penyataan rilis pers yang diterima Tempo, 1 Maret 2021.
"Saya telah mendengar penolakan kuat untuk tunduk di bawah kediktatoran militer. Rakyat takut betapa brutal tindakan rezim dalam beberapa hari terakhir, tetapi mereka lebih takut jika mereka dan anak-anak mereka hidup di bawah kekuasaan otoriter," kata Tom Andrews.
Para pengunjuk rasa berlindung saat mereka bentrok dengan petugas polisi anti huru hara selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan sebagian besar kepemimpinan partainya pada 1 Februari 2021. REUTERS/Stringer
Tom Andrews mengatakan situasi Myanmar akan lebih buruk jika komunitas internasional tidak bertindak untuk mendukung rakyat Myanmar.
Negara anggota PBB, kata Andrews, memiliki opsi untuk meredam kekerasan atau menghukum junta militer dengan embargo senjata, sanksi terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kudeta dan penindakan demonstrasi.
Baca juga: Dukung Rakyat Myanmar, Veronica Koman: Militerisme Bisa Menular
Selain itu, negara anggota bisa menjatuhkan sanksi terhadap kepentingan bisnis junta atau yang berkaitan dengan junta militer Myanmar.
"Negara anggota PBB agar menggelar pertemuan Dewan Keamanan PBB untuk segera menilai situasi dan mempertimbangkan untuk meminta otoritas Bab VII berdasarkan Piagam PBB. Opsi termasuk embargo senjata global, sanksi yang keras terhadap rezim, dan rujukan ke Mahkamah Kejahatan Internasional untuk menyelidiki dan mungkin menuntut kejahatan yang telah terjadi selama beberapa tahun," kata Tom Andrews.
Tom Andrews mengatakan akan terus mengumpulkan temuan fakta untuk Dewan HAM PBB dan negara anggota terkait situasi di Myanmar.