TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun, mendesak lembaga internasional tersebut mengintervensi kudeta di negaranya. Bahkan, ia meminta PBB untuk menggunakan cara apapun demi menghentikan kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing dan mengembalikan demokrasi di Myanmar.
Permohonan itu ia sampaikan di Sidang Umum PBB usai utusan khusus Sekjen Antonio Guterres, Christine Schraner Burgener, meminta negara manapun untuk tidak mengakui pemerintahan junta. Kurang lebih ada 193 negara yang turut serta dalam sidang umum PBB tersebut.
"Kami membutuhkan sekutu kuat dari komunitas internasional untuk bisa mengakhiri sesegera mungkin kudeta Myanmar, untuk mencegah adanya warga yang tertindas, dan untuk mengembalikan lagi demokrasi di sana," ujar Kyaw Moe Tun, dikutip dari kantor berita Reuters, Jumat, 26 Februari 2021.
Christine Schraner Burgener menambahkan, langkah awal yang bisa diambil adalah memberikan sinyal dukungan yang jelas terhadap demokrasi di Myanmar. Selain itu, negara-negara anggota berpengaruh di PBB bisa mendesak junta militer di Myanmar untuk memperbolehkan pemeriksaan independen atas situasi di sana.
"Sayangnya, rezim yang ada saat ini melarang saya untuk berkunjung dalam kapasitas apapaun. Sepertinya mereka berniat untuk melanjutkan penangkapan dalam jumlah besar dan mendesak rakyat untuk menolak keberadaan Liga Nasional Demokrasi (NLD) di pemerintahan."
"Jika terjadi pembantaian oleh militer -- yang sayangnya sudah pernah kita lihat sebelumnya -- terhadap masyarakat yang mencoba menyuarakan pendapatnya, maka mari kita bertindak secara tegas dan kolektif," ujar Burgener, menyinggung operasi Militer Myanmar di tahun 2017 yang mengusir 700 ribu etnis Rohingya.
Demonstran memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, 17 Februari 2021.[REUTERS/Stringer]
Per berita ini ditulis, kudeta di Myanmar sudah berjalan selama hampir sebulan. Selama itu, berbagai peristiwa telah terjadi mulai dari penangkapan Penasehat Negara Aung San Suu Kyi, penerapan status darurat nasional, hingga unjuk rasa besar-besaran di berbagai kota.
Hampir tiap hari ada unjuk rasa di Myanmar walaupun junta militer sudah memperingatkan mereka yang mengatasnamakan Gerakan Pemberontakan Sipil. Alhasil, berbagai penangkapan terhadap aktivis dilakukan. Total, menurut data Asosiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik, ada 500 lebih orang yang telah ditangkap dan ditahan Militer Myanmar.
Kudeta di Myanmar sendiri dipicu kekalahan partai asosiasi militer, Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan (USDP). terhadap Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pada tahun lalu. NLD, yang dibentuk Penasehat Negara Aung San Suu Kyi, menang dengan perolehan suara 82 persen.
Militer Myanmar menganggap kemenangan tersebut tidak sah. Oleh karenanya, mereka menyimpulkan bahwa pemerintahan yang ada pantas dikudeta. Namun, Militer Myanmar berjanji akan menggelar pemilu baru untuk mencari pemimpin yang sah.
Baca juga: Gerilya Retno Marsudi Bantu Penyelesaian Konflik Myanmar
ISTMAN MP | REUTERS