TEMPO.CO, Jakarta - Jenazah Duta Besar Italia untuk Republik Demokratik Kongo, Luca Attanasio, 43 dan ajudannya Vittorio Iacovacci, 30 tahun, dipulangkan ke Italia sehari setelah peristiwa penembakan. Pada Selasa, 23 Februari 2021, waktu setempat, dua jenazah itu tiba di Kota Roma.
Perdana Menteri Italia Mario Draghi ikut melayat ke rumah duka, di mana sanak-saudara kedua korban itu sebelumnya sudah berada di sana. Jenazah Attanasio dan Iacovacci persisnya diberangkatkan dari Kota Goma, yang ada di dekat perbatasan Kongo dengan Rwanda.
Baca juga: Duta Besar Italia untuk Kongo Tewas Diserang Kelompok Bersenjata
Para pejabat memasukan peti jenazah berisikan Duta Besar Italia untuk Republik Demokratik Kongo Luca Attanasio dan keamanan Italia Vittorio Iacovacci, di Bandara Internasional Goma, di Goma, Republik Demokratik Kongo, 23 Februari 2021. Attanasio diketahui mengalami pemukulan dibagian perutnya dan meninggal beberapa jam kemudian di rumah sakit PBB di Ibu Kota Goma, Kongo. Kematian Attanasio dikonfirmasi oleh Kementerian Dalam Negeri Kongo. REUTERS/Hereward Holland
Menurut pihak kepresiden Rwanda, dua kendaraan yang sedang konvoi, yang salah satunya berisi Duta Besar Attanasio, dihentikan oleh enam laki-laki bersenjata saat berada di tengah jalan atau pastinya di wilayah utara dari Kota Goma. Laki-laki bersenjata itu, lalu nemenbak sopir mobil dan menggiring enam penumpang lainnya.
Pasukan Angkatan Darat Kongo dan penjaga taman nasional di dekat area penyanderaan, melacak jejak kelompok bersenjata itu. Baku tembak lalu terjadi dengan kelompok penyerang itu. Para penculik, lalu menembak dua warga negara Italia, yang kemudian diketahui Attanasio dan Iacovacci.
Duta Besar Italia untuk Republik Demokratik Kongo, uca Attanasio, 43 tahun. Sumber: Reuters/Yahoo News
Kementerian Dalam Negeri Kongo menyalahkan pemberontak dari etnis Hulu yang disebutnya garis keras. Pemberontak etnis Hulu dalam serangan itu memanggil Pasukan Demokratik untuk Pembebasan Rwanda (FDLR), agar melakukan penyerangan.
FDLR adalah satu dari sekitar 120 kelompok bersenjata yang beroperasi di wilayah timur Kongo. Kelompok FDLR didirikan oleh mantan pejabat Rwanda dan militan, yang oleh PBB dan beberapa pihaknya menuding sebagai dalang pembantaian warga Rwanda pada 1994.
Kelompok ini juga diduga menjadi otak dari kasus penculikan sebelumnya, termasuk pada dua turis asal Inggris yang disandera selama beberapa hari pada Mei 2018.
FDLR sudah menyangkal bertanggung jawab atas apa yang disebut sebuah serangan pengecut. Dalam keterangan tertulis, FDLR menyatakan mereka tidak terlibat dalam serangan terhadap Duta Besar Italia tersebut.
Sumber: Reuters