TEMPO.CO, Jakarta - Uni Eropa pada pekan ini akan melakukan sebuah studi atau riset baru untuk mencari tahu cara mutasi Covid-19. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan riset ini adalah upaya untuk kemungkinan dibutuhkannya vaksin-vaksin virus corona generasi berikutnya (varian Covid-19).
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar keuangan Prancis, von der Leyen mengatakan program ini dinamai incubator HERA, yang diharapkan bisa mempertemukan otoritas kesehatan dan mereka yang bekerja di labolatorium mendapatkan pendanaan sendiri. Riset ini secara resmi akan diluncurkan pada Rabu, 17 Februari 2021, waktu setempat.
“Saat ini, dan sejalan dengan vaksin yang ada, kami telah membantu perusahaan-perusahaan industri farmasi untuk mengembangkan kapasitas produksi bagi vaksin generasi kedua,” kata von der Leyen.
Baca juga: Uni Eropa Hadapi Lonjakan Kebangkrutan dan Gagal Bayar Utang karena Pandemi
Ilustrasi vaksin COVID-19 atau virus corona. REUTERS/Dado Ruvic
Sebelumnya pada akhir pekan lalu, von der Leyen mengakui kegagalan Uni Eropa dalam memberikan persetujuan dan meluncurkan vaksin untuk melawan Covid-19. Uni Eropa telah mengambil hikmah dari proses ini setelah hujan kritik lambannya peluncuran vaksin.
Von der Leyen mengatakan sebanyak 26 juta dosis vaksin virus corona sudah didistribusikan. Sebanyak 70 persen mereka yang masuk usia dewasa di 27 negara anggota Uni Eropa seharusnya sudah mendapat suntik vaksin virus corona.
“Dan adalah sebuah fakta bahwa hari ini kami tidak berada di tempat yang kami inginkan, yakni berperang melawan virus. Kami terlambat memberikan persetujuan. Kami terlalu optimis pada produksi massal dan mungkin terlalu yakin pihak lain akan mengirimkannya tepat waktu,” kata von der Leyen.
Professor Luke O’Neil dari Trinity College Dublin mengatakan pendistribusian vaksin virus corona ke penjuru Uni Eropa telah menjadi sebuah birokrasi yang mengerikan. Von der Leyen pun mengakui sejumlah kesalahan telah terjadi yang mengarah pada keputusan untuk membatasi ekspor (vaksin).
Uni Eropa pada bulan lalu telah memperkenalkan aturan baru soal ekspor vaksin virus corona, yang hanya boleh diproduksi di area sekitar Benua Biru saja. Hal ini memantik pertanyaan soal bagaimana nasib suplai 20 juta vaksin virus corona buatan Pfizer yang dipesan Australia.
Sumber: Reuters/ abc.net.au