TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan pegawai negeri sipil Myanmar bergabung dalam demonstrasi menentang kudeta militer oleh junta militer di seluruh Myanmar, termasuk unjuk rasa di ibu kota Naypyitaw, pada Senin.
Tenaga medis Rabu pekan lalu menggelar aksi mogok kerja yang kemudian diikuti jumlah staf kementerian.
Ribuan pegawai kementerian kesehatan, pendidikan, investasi, kesejahteraan sosial dan konstruksi serta staf departemen kehutanan dan kereta api bergabung dalam demonstrasi hari Senin, dikutip dari The Irrawaddy, 9 Februari 2021.
Staf di Kementerian Investasi dan Hubungan Ekonomi Luar Negeri Myanmar mengatakan mereka tidak mau bekerja di bawah pemerintahan militer dan telah bergabung dengan gerakan tersebut. Protes tersebut mengungkapkan keyakinan mereka pada hak-hak dasar yang diberikan di bawah Konstitusi 2008, katanya, meminta pegawai negeri lainnya untuk bergabung dengan gerakan.
Sementara pernyataan gabungan staf Departemen Kesejahteraan Sosial mengatakan, "Kami akan kembali bekerja hanya setelah kekuasaan diserahkan kembali kepada pemerintah yang dipilih secara demokratis."
Ribuan massa menggelar aksi unjuk rasa memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, 7 Februari 2021. REUTERS/Stringer
U Than Toe Aung, wakil menteri tetap di Kementerian Konstruksi Myanmar, menulis di Facebook bahwa dia bergabung dengan gerakan protes pada hari Senin.
"Saya mengutuk keras para diktator militer yang secara paksa merebut kekuasaan dan secara tidak sah membentuk Dewan Administrasi Negara," tulisnya.
"Saya meminta rekan-rekan saya untuk mengikuti langkah ini untuk membantu menjatuhkan kediktatoran."
Baca juga: Pemuda Myanmar Pilih Tato Untuk Ekspresikan Penolakan Terhadap Kudeta
Guru, staf kehutanan, pegawai departemen administrasi umum dan perawat pemerintah telah bergabung dalam protes di banyak kota.
Masyarakat telah mendukung gerakan pembangkangan sipil yang berkembang dengan demonstrasi massa di seluruh Myanmar untuk menuntut pembebasan para pemimpin dan aktivis yang ditahan, dan menyerukan diakhirinya kekuasaan militer.
Pemimpin militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, untuk pertama kalinya dalam pidato televisi sejak kudeta 1 Februari, mengatakan junta militer akan mengadakan pemilihan baru dan menyerahkan kekuasaan ketika puluhan ribu orang turun ke jalan untuk hari ketiga untuk memprotes kudeta yang menggulingkan pemerintah sipil Aung San Suu Kyi.
Panglima Tertinggi Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing memberi hormat saat menghadiri acara peringatan Hari Martir di Makam Martir di Yangon, Myanmar 19 Juli 2018. REUTERS/Ann Wang/File Foto
Min Aung Hlaing tidak mengatakan kapan pemilu akan diadakan, tetapi berulang kali mengklaim bahwa pemilu November lalu, yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Suu Kyi, adalah penipuan, Reuters melaporkan.
Di ibu kota Naypyitaw, kerumunan pengunjuk rasa meneriakkan slogan anti-kudeta dan mengatakan kepada polisi bahwa mereka harus melayani rakyat bukan militer.
Polisi menembak meriam air ke arah pengunjuk rasa dan memperingatkan bahwa mereka mungkin menggunakan peluru tajam jika pengunjuk rasa tidak bubar, tetapi protes berakhir tanpa pertumpahan darah.
Kedutaan Besar AS mengatakan telah menerima laporan bahwa jam malam telah diberlakukan di Yangon dan Mandalay, kota terbesar kedua Myanmar, mulai pukul 8 malam sampai jam 4 pagi waktu setempat.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan pada Senin bahwa Amerika Serikat mendukung hak rakyat untuk berkumpul secara damai, dan prihatin tentang pembatasan yang diberlakukan pada pertemuan publik Myanmar.
THE IRRAWADDY | REUTERS
Sumber:
https://www.irrawaddy.com/news/burma/thousands-civil-servants-join-movement-myanmar-military.html
https://www.reuters.com/article/us-myanmar-politics/myanmar-general-pledges-again-to-hold-new-election-as-anti-coup-protests-grow-idUSKBN2A8054?il=0