TEMPO.CO, Jakarta - Serangan meriam air oleh kepolisian tidak menghentikan langkah pendemo kudeta Myanmar di Naypyidaw. Sebaliknya, mereka tetap maju dan mendesak kepolisian untuk bergabung dengan mereka, memprotes kudeta Myanmar.
Hal itu terlihat dari plakat atau spanduk yang dibawa oleh para demonstran. Mereka mencoba membujuk kepolisian untuk bergabung. Menurut mereka, jika kepolisian berada di pihak warga, hal itu akan memperkuat daya tawar untuk menekan militer Myanmar menghentikan kudeta.
Pakar politik Myanmar, Khin Zaw Win, mengatakan bahwa secara hukum polisi berada di bawah kendali militer. Hal itu ditegaskan dalam konstitusi yang dibentuk tahun 2008. Namun, realitanya, kepolisian cenderung lebih dekat kepada Penasehat Negara Aung San Suu Kyi. Demonstran, kata Khin Zaw Win, ingin memanfaatkan hal itu.
"Mereka (kepolisian) lebih mungkin berpihak kepada pengunjuk rasa dibanding militer, terutama yang berpangkat rendah," ujar Khin Zaw Win, dikutip dari Al Jazeera, Senin, 8 Februari 2021.
Per berita ini ditulis, unjuk rasa di Myanmar masih berjalan. Ribuan, bahkan puluhan ribu warga, turut serta dalam unjuk rasa yang berlangsung sejak hari Sabtu itu. Dua kota menjadi lokasi utama, Naypyidaw dan Yangon. Adapun misi utama unjuk rasa tersebut adalah mendesak Militer Myanmar menghentikan kudeta dan membebaskan para pejabat pemerintahan.
Baca juga: Pengacara Pastikan Aung San Suu Kyi Masih Ditahan Polisi Myanmar
Ribuan massa menggelar aksi unjuk rasa memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, 7 Februari 2021. REUTERS/Stringer
Di Yangon, Kepolisian Myanmar mencoba meredam situasi dengan baik-baik. Salah satu perwakilan mereka, Kepala Kepolisian Distrik Barat Myanmar, U Soe Oo, pun menemui warga untuk bernegosiasi, mengakhiri unjuk rasa. Warga bergeming.
"Izinkan kami berdemo dengan damai dan kami janji tidak akan ada masalah. Kami hanya ingin pemimpin kami kembali," ujar pengunjuk rasa. U Soe Oo membalasnya dengan berempati, menggarisbawahi dilema antara kedekatan mereka dengan Aung San Suu Kyi dan rantai komando di bawah militer.
"Saya paham betul situasinya karena saya masyarakat juga walau saya berada di dalam pemerintahan," ujar U Soe Oo. Apa yang terjadi selanjutnya adalah demonstrasi tetap berlanjut dengan kepolisian huru-hura tetap mencoba meredam aksi itu.
Seperti diberitakan sebelumnya, kudeta Myanmar dimulai pada Senin pekan lalu. Militer Myanmar, yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing, merebut pemerintahan yang ada. Hal itu dimulai dengan menangkap sejumlah pejabat negara Myanmar, memberhentikan para menteri, dan membatalkan pelantikan anggota parlemen baru.
Beberapa figur sentral yang mereka tangkap adalah Aung San Suu Kyi serta Presiden Win Myint. Keberadaan mereka masih misterius walau militer Myanmar mengklaim kondisi mereka baik-baik saja. Kabar yang beredar, keduanya sempat ditahan di rumah masing-masing sebelum dipindahkan ke lokasi lain yang dirasa lebih pas.
Kudeta itu sendiri dipicu kekalahan partai yang berafiliasi dengan militer Myanmar, Partai Persatuan Solidaritas dan Pengembangan (USDP), dari NLD pada pemilu tahun lalu. USDP menganggap ada kecurangan di pemilu tersebut sehingga menyakini pemerintahan yang ada sekarang tidak sah.
Baca juga: Polisi Myanmar Pakai Meriam Air Bubarkan Demonstrasi Menolak Kudeta
ISTMAN MP | AL JAZEERA
https://www.aljazeera.com/news/2021/2/8/in-myanmar-protesters-urge-police-to-join-democracy-fight