TEMPO.CO, Jakarta - Niat awal Aung San Suu Kyi, 75 tahun, pulang ke kampung halamannya pada 1988 adalah untuk merawat ibunya yang sedang sakit kritis. Namun siapa sangka, kepulangan itu mengubah jalan hidupnya.
Suu Kyi yang seorang anak politikus di Myanmar menghabiskan masa mudanya dengan kuliah di Universitas Oxford, Inggris. Di sana pula dia ketemu jodoh, Michael Aris.
Keduanya lalu dikaruniai dua anak laki-laki. Selama merawat ibunya, suami dan dua anak laki-laki Suu Kyi berada di Inggris.
Baca juga: Pengacara Pastikan Aung San Suu Kyi Masih Ditahan Polisi Myanmar
Hidup Suu Kyi berubah saat meletup pembantaian massal yang dipicu unjuk rasa melawan kebrutalan dan sikap militer Myanmar yang tak responsif di bawah kepemimpinan U Ne Win. Ketidak-adilan ini mendorong Suu Kyi untuk menyuarakan pandangannya yang mencecar U Ne Win
Grafis perjalanan politik Aung San Suu Kyi. Sumber: www.britannica.com/tempo/berbagai sumber
Seperti sudah bisa diduga, sikap frontal Suu Kyi itu membuatnya dijatuhi hukuman. Pada 1989, Suu Kyi secara resmi dikenai hukuman sebagai tahanan rumah, tanpa boleh berkomunikasi.
Suu Kyi tentu saja memprotes hukuman yang dijatuhkan padanya. Namun yang terjadi dia disorongkan tawaran, dia bisa dibebaskan dari tahanan rumah asalkan dia angkat kaki dari Myanmar selamanya, tanpa boleh kembali lagi ke Myanmar.
Suu Kyi menolak tawaran tersebut. Dia pun menuntut Pemerintah Myanmar agar dikembalikan ke sipil dan tahanan politik dibebaskan. Tuntutan Suu Kyi tidak digubris.
Pada 1990, Liga Nasional Demokrasi, partai yang salah satunya didirikan oleh Suu Kyi memenangkan pemilu parlemen, namun hasilnya dianulir oleh militer Myanmar. Suami Suu Kyi, Aris mendaftarkan perjuangan istrinya menegakkan demokrasi di Myanmar, ke panitia Nobel.
Perjuangan Suu Kyi diakui dunia. Pada 1991, dia memenangkan Nobel perdamaian. Namun kemenangan ini tidak serta-merta membuat nasib Suu Kyi berubah.
Baru pada 1995, dia dibebaskan dari tahanan rumah dengan syarat dan kondisi tertentu. Diantara syarat tersebut, dia tidak boleh keluar dari Yangon, daerah tempat tinggalnya. Dia pun tak bisa menghadiri pemakaman suaminya yang meninggal karena kanker.
Pada September 2000, Suu Kyi kembali menjadi tahanan rumah karena mencoba melanggar larangan keluar dari Kota Yangon. Dua tahun kemudian, dia dibebaskan dari tahanan rumah dan delapan tahun berikutnya, larangan terhadap aktivitas Suu Kyi dilonggarkan oleh pemerintah.
Di sinilah Suu Kyi merasakan kebebasan sepenuhnya setelah bertahun-tahun menjadi tahanan rumah. Dia pun diizinkan ke luar negeri untuk pertama kalinya sejak 1988.
Tanpa membuang tempo, Suu Kyi mengumumkan akan mengikuti pemilu parlemen. Seperti sudah bisa ditebak, dia pun memenangkan pemilu.
Pada 2016, Suu Kyi menduduki beberapa jabatan di pemerintahan, salah satunya sebagai penasehat negara yang pada dasarnya membuatnya secara de facto memimpin negara.
Di tengah puncak kejayaannya, Suu Kyi dikritik oleh pemimpin dunia terkait sikap diamnya terhadap pembantaian etnis minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine oleh militer Myanmar. Genosida terhadap etnis Rohingya ini disebut sebagai upaya untuk merebut wilayah yang selama ini ditinggali etnis minoritas tersebut.
Suu Kyi yang bergeming dikritik dan dinilai ironis mengingat dia adalah peraih Nobel perdamaian. Sempat muncul dorongan agar panitia Nobel mencabut penghargaan itu, namun pencabutan tersebut tidak bisa dilakukan.
Di tengah upaya negara-negara di dunia memerangi wabah virus corona atau persisnya pada pekan pertama Februari 2021, Suu Kyi digulingkan lewat kudeta militer
Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing melakukan kudeta terhadap Pemerintahan Suu Kyi atas tuduhan telah melakukan penipuan atas hasil pemilu pada 8 November 2020 lalu, yang dimenangkan oleh Partai NLD. Partai tersebut salah satunya didirikan oleh Suu Kyi.
Komisi Pemilihan Umum Myanmar mengabaikan tuduhan mal-praktik dari Aung Hlaing tersebut. Pengacara Suu Kyi menyebut kliennya sampai 8 Februari 2021, masih berada dalam tahanan polisi. Dia bahkan tak diizinkan untuk menemuinya.
Sumber: Sumber: https://www.britannica.com/biography/Aung-San-Suu-Kyi/State-counselor