TEMPO.CO, Jakarta - Kans Donald Trump untuk memimpin Amerika dua periode kian tipis. Gugatan kecurangan Pemilu AS yang ia ajukan ditolak di beberapa negara bagian. Alhasil, ia dikabarkan mulai menyusun rencana perihal apa yang akan ia lakukan usai tak lagi jadi Presiden Amerika.
Dari sekian banyak hal yang bisa ia lakukan, tetap menjaga penampilan publik adalah kemungkinan yang akan diambil Donald Trump. Ia sudah memberi sinyal akan maju lagi sebagai calon Presiden Amerika di tahun 2024 jika gugatannya gagal total. Menjaga penampilan publik adalah cara agar dirinya terus diingat oleh pendukungnya di tengah pemerintahan Presiden Amerika Terpilih Joe Biden.
Industri media, selama ini, kerap menjadi wilayah di mana Donald Trump unggul. Berpengalaman memiliki reality show-nya sendiri, The Apprentice, ia berpotensi memanfaatkan media untuk terus diingat. Sejumlah penasehat Donald Trump membenarkan hal itu, menyebut Donald Trump tengah menyiapkan strategi media, mulai dari stasiun televisi hingga platform media sosial, untuk meningkatkan engagement dengan warga Amerika.
"Segala opsi dipertimbangkan mulai dari media sosial, membuat media, hingga menyampaikan bahwa ia akan kembali mencalonkan diri begitu ia meninggalkan Gedung Putih," ujar seorang politisi Republikan yang telah menemui Donald Trump soal rencana pasca Pemilu AS, dilansir dari Reuters, Sabtu, 14 November 2020.
Ekspresi Presiden AS Donald Trump seusai berbicara tentang hasil pemilihan presiden AS 2020 di Gedung Putih, Washington, AS, 5 November 2020. Penghitungan suara masih berjalan di negara bagian Nevada, Pennsylvania, Georgia, Alaska dan North Carolina. REUTERS/Carlos Barria
Membangun media sosial dan stasiun televisi tidak mustahil untuk Donald Trump. Dia sudah beberapa kali membahas hal itu jauh sebelum Pemilu AS. Ia sempat mendiskusikan kemungkinan meniru teknologi Twitter untuk membuat platform media sosial bagi kalangan konservatif. Selain itu, ia juga sempat berwacana membuat siaran serupa podcast dari Gedung Putih yang tidak lanjut karena padatnya agenda presiden.
Di satu sisi, membangun media merupakan langkah logis bagi Trump. Hal itu mengingat rekam jejaknya yang buruk dengan berbagai perusahaan media jelang Pemilu AS. Akan lebih mudah baginya 'bermanuver' jika produksi dan distribusi konten ia tangani langsung agar tidak terfilter.
Dengan Twitter, misalnya, Donald Trump sudah belasan atau puluhan kali kena semprit. Tweet-tweetnya kerap dianggap tidak akurat dan menyesatkan. Saat Joe Biden diumumkan sebagai pemenang Pemilu AS, misalnya, enam kali twitter memperingatkan unggahan Donald Trump soal klaim dirinya dicurangi.
Twitter sendiri sudah menyatakan bahwa Donald Trump akan kehilangan seluruh hak istimewanya jika tak lagi menjadi Presiden Amerika. Salah satunya, jika tweetnya bermasalah, maka akan langsung dihapus.
Sementara itu, dengan Fox, Donald Trump merasa tidak cocok lagi dengan pemberitaan media tersebut. Walau Fox dikenal sebagai perusahaan media sayap kanan, Donald Trump merasa pemberitaan Fox kurang pro dirinya. Keyakinan itu bertambah ketika Fox pun memberitakan kemenangan Joe Biden di beberapa negara bagian.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump (kanan) dan logo Fox News.Kolotv
Memilki media sendiri akan memudahkan Donald Trump untuk menyusun narasi dan opini publik yang selama ini menjadi andalannya. Tentu, untuk mewujudkan hal itu ia membutuhkan para pakar. Dikutip dari Reuters, Donald sudah menemui berbagai pakar media untuk menentukan strategi media dan politik jangka panjang hingga Pemilu AS 2024.
Republikan sendiri dikabarkan sudah mulai memilah-milah siapa kandidat calon Presiden Amerika mereka berikutnya. Beberapa nama familiar mulai dari Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, Wakil Presiden Mike Pence, Duta Besar untuk PBB Nikki Haley, hingga senator Ted Cruz. Jika Donald Trump serius untuk maju lagi, ia harus memanfaakan momentum.
"Dia merasa dirinya dicurangi, dia ingin kembali mencalonkan diri...Kekalahannya tidak akan mematikan persaingan. Semua menghormati Donald Trump, tetapi mereka juga siap untuk memasuki babak baru," ujar seorang penasehat Trump, yang enggan disebutkan namanya, dilansir dari Reuters.
Christoper Rudy, kawan Donald Trump sekaligus CEO dari stasiun televisi konservatif Newsmax, pun menganggap tidak mustahil Presiden Amerika ke-45 itu membuat media sendiri. Namun, ia menyebutnya sebagai langkah sulit mengingat kerasanya persaingan dan saturasi di industri media. Langkah paling masuk akal, kata Rudy, membuat siaran baru di televisi.
"Saya tidak yakin orang-orang di sekitar Donald Trump akan antusias dengan ide (membangun media) itu...(Namun) ia memiliki basis pendukung besar yang tidak dimiliki politisi Amerika manapun," ujar Rudy. Rudy menambahkan, sudah ada pembicaraan antara Donald Trump dengan dirinya untuk membuat sebuah siaran televisi.
ISTMAN MP | REUTERS