TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai kepala negara memilih untuk tidak dulu menyelamati Joe Biden atas kemenangannya di Pemilu AS 2020. Beberapa di antaranya adalah Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Cina Xi Jinping, dan juga Presiden Brasil Bolsonaro. Lewat juru bicara pemerintahan masing-masing, mereka mengklaim bahwa tidak adanya ucapan selamat karena hasil Pemilu AS digugat oleh Donald Trump.
Apabila menilik ke belakang, kepala-kepala negara tersebut memiliki catatan buruk dengan Joe Biden. Presiden Amerika Terpilih itu kerap mengkritik kebijakan mereka. Dalam berbagai kesempatan, mereka pun juga membalas kritik Joe Biden. Tidak tertutup kemungkinan keengganan mereka didasari sejarah yang dimiliki dengan Joe Biden dan antisipasi mereka atas hubungan dengan Amerika ke depannya.
Rusia di bawah kepemimpinan Vladimir Putin, misalnya, sempat disebut Joe Biden sebagai ancaman terbesar ke Amerika. Bukan Cina, bukan Korea Utara, tetapi Rusia. Adapun Joe Biden mendetilkan bahwa ancaman dari Rusia adalah dalam hal keamanan.
Pernyataan Joe Biden itu bukan tanpa alasan. Berbagai lembaga intelijen dan keamanan siber menyatakan Rusia terlibat dalam berbagai upaya intervensi pemilu di banyak negara. Amerika adalah salah satunya menurut lembaga intelijen Amerika, tepatnya pada Pemilu AS 2016 yang dimenangkan Donald Trump. Praktiknya, mulai dari meretas akun-akun sensitif hingga menyebar disinformasi.
Pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny di Moskow, Russia, 11 Desember 2018. Alexei Navalny saat itu sedang melakukan perjalanan dari Siberia ke Moskow setelah melakukan perjalanan kerja ke kota Tomsk. Beberapa saat terbang, pesawat kemudian mendarat darurat di Siberia. Navalny kemudian dilarikan ke rumah sakit darurat nomor 1 di kota Omsk, Siberia. REUTERS/Maxim Shemetov
Di kesempatan berbeda, Joe Biden juga mengkritik kepemimpinan Vladimir Putin soal kasus Alexei Navalny. Alexei Navalny, sebagaimana diketahui, adalah oposisi Kremlin yang nyaris tewas karena diracun dengan Novichok, senjata kimia andalan KGB. Menurut Joe Biden, upaya pembunuhan tersebut adalah bukti nyata bahwa Pemerintah Rusia, di bawah Vladimir Putin, tidak akan segan untuk melenyapkan musuh politiknya.
"Sekali lagi Kremlin menggunakan senjata favoritnya, sebuah agen dari kelas kimia Novichok, upaya untuk menyingkirkan lawan politik," ujar Joe Biden, dikutip dari Business Insider, pada September lalu.
Rusia tentu membantah semua tuduhan Joe Biden soal Rusia sebagai ancaman keamanan. Soal Alexei Navalny, Jubir Kremlin Dmitry Peskov sudah berulang-ulang mengatakan pemerintah tidak terlibat dan siap terlibat di investigasinya. Peskov berkata pada Oktober lalu bahwa tuduhan-tuduhan Joe Biden bisa mengamplifikasi kebencian tak berdasar terhadap Rusia.
Apabila kepeimpinan Vladimir Putin di Rusia dianggap sebagai ancaman keamanan oleh Joe Biden, Xi Jinping di Cina dianggap sebagai kompetitor. Dalam sebuah wawancara di CBS pada akhir Oktober, Joe Biden menyebut Cina sebagai kompetitor terberat Amerika. Dan, kompetisi itu, kata Biden, bisa berubah menjadi persaingan kekuatan tergantung bagaimana Amerika dan Cina berhubungan ke depannya.
"Menurut saya ancaman terbesar Amerika dalam keamanan dan aliansi adalah Rusia. Kedua, menurut saya, Cina lah komeptitor terbesar Amerika," ujar Joe Biden, dikutip dari CBS, di akhir Oktober.
Pernyataan Joe Biden tersebut tergolong unik. Sebelum mengeluarkan statemen tersebut, Joe Biden beberapa kali mengkritik pemerintahan Xi Jinping di Cina dalam berbagai hal. Salah satunya adalah soal hak asasi manusia. Joe Biden mengutuk kebijakan Cina soal kamp konsentrasi Uighur yang berada di Xinjiang. Menurutnya, apa yang terjadi di Xinjiang sungguh tidak manusiawi dan sulit dijelaskan.
Demonstran anti-pemerintah berlarian saat melakukan aksi unjuk rasa di Hong Kong, 24 Mei 2020. REUTERS/Tyrone Siu
Joe Biden juga pernah mengkritik Cina soal pengesahan UU Keamanan Nasional di Hong Kong. Regulasi itu, seperti diberitakan beberapa kali, diklaim bertujuan untuk mengatur hal-hal yang berpotensi mengancam kedaulatan Hong Kong mulai dari pengkhianatan, intervensi asing, hingga kudeta. Realitanya, regulasi itu lebih sering dipakai untuk menangkap aktivis-aktivis yang berseberangan dengan pemerintah.
Joe Biden menyebut regulasi yang disetujui Parlemen Cina itu mengekang kebebasan berpendapat dan demokrasi di Hong Kong. Juli lalu, ia berjanji akan memberikan sanksi ekonomi kepada Cina apabila tidak mengamandemen regulasi tersebut.
"Regulasi Keamanan Nasional Hong Kong dari Beijing - yang dibuat diam-diam dan disetujui dengan cepat - menjadi pukulan telak ke kemerdekaan dan otonomi Hong Kong," ujar Joe Biden, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Seperti Rusia, Cina juga membantah semua tuduhan Joe Biden. ketika Joe Biden menang, mereka memilih hati-hati berkomentar. Pemerintah Cina bahkan mencoba menghindari pertanyaan-pertanyaan soal Joe Biden. Terakhir kali berkomentar, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Wang Wenbin mengatakan mereka baru akan berkomentar jika hasil Pemilu AS sudah sah.
"Kami tahu bahwa Joe Biden sudah mendeklarasikan dirinya sebagai pemenang Pemilu AS. Tapi, kami juga paham bahwa hasil Pemilu AS akan ditentukan oleh prosedur dan hukum yang berlaku di amerika," ujar Wenbin.
Apabila Rusia dikritik soal keamanan dan Cina soal hak asasi manusia, Brasil di bawah kepemimpinan Presiden Jair Bolsonaro kena semprit Joe Biden dalam hal lingkungan hidup. Joe Biden berkali-kali mempermasalahkan deforestasi di Amazon dan betapa ringannya penangaan oleh administrasi Bolsonaro. Joe Biden menyebut Brasil membutuhkan US$20 miliar (Rp290 triliun) untuk bisa menghentikan deforestasi itu.
Petugas pemadam kebakaran, Brazilian Institute for the Environment and Renewable Natural Resources (IBAMA) berupaya memadamkan api dalam kebakaran hutam Amazon di Apui, Negara Bagian Amazonas, Brasil, 11 Agustus 2020 REUTERS/Ueslei Marcelino
Administrasi Bolsonaro membalas keras. Mereka menyebut kritik Joe Biden sebagai serangan pengecut terhadap integritas dan perekonomian Brasil. Bolsonaro bahkan menyebut klaim Joe Biden bisa merusak hubungan baik Amerika - Brasil, tanpa membayangkan kalau Joe Biden pada akhirnya jadi Presiden Amerika ke-46.
"Sayang sekali Joe Biden, saya sekali...Sebagai kepala negara yang telah membuat hubungan Brasil - Amerika lebih dekat, setelah beberapa tahun berkonflik, sangat sulit memahami deklarasi yang menghancurkan itu," ujar Bolsonaro.
Sekarang, Bolsonaro bungkam begitu Joe Biden memenangi Pemilu AS. Menurut seorang sumber di Pemerintahan Brasil, Bolsonaro ingin menunggu hingga proses gugatan hukum terhadap hasil Pemilu AS usai. Sementara itu, media-media Brasil, yang dimusuhi Bolsonaro, mengatakan bahwa Bolsonaro harus belajar dari kekalahan Donald Trump.
Pengamat politik dan Dirjen dari Royal United Services Institute, Karin Von Hippel, menyebut diamnya para presiden-presiden itu adalah pertanda mereka mengantisipasi kepemimpinan Joe Biden. Joe Biden bisa mengubah peta perpolitikan global, termasuk kerjasama dengan berbagai negara yang sebelumnya adem ayem dengan Donald Trump. Di sisi lain, ada kekhawatiran kemenangan Joe Biden akan menjadi simbol perlawanan terhadap pemimpin-pemimpin populis.
"Salah satu alasan kenapa itu mungkin terjadi karena pemimpin-pemimpin populis seperti Bolsonaro, yang mencoba membantah pandemi COVID-19, sesungguhnya tak begitu peduli dengan nasib rakyatnya," ujar Von Hippel.
ISTMAN MP
https://edition.cnn.com/2020/11/09/world/biden-win-russia-china-silence-intl/index.html
https://www.reuters.com/article/us-hongkong-protests-usa-election-idUSKBN2426ZR
https://edition.cnn.com/2020/07/21/politics/joe-biden-russia-foreign-interference/index.html