TEMPO.CO, Jakarta - Tiga isu menjadi penentu pilihan warga Amerika dalam Pemilu AS hari ini. Mereka adalah masalah Ekonomi, COVID-19 & Layanan Kesehatan, serta Rasisme. Ketiganya secara konsisten muncul di barisan atas berbagai hasil polling Pemilu AS yang beredar, mulai dari survei di Reuters, New York Times, hingga Pew Research Center.
Berikut analisis dari Tempo, melihat dari apa yang sudah dilakukan inkumben Donald Trump dan apa respon dari Joe Biden:
Seorang sukarelawan meletakkan bendera Amerika Serikat mewakili beberapa dari 200 ribu nyawa yang telah hilang di negara itu dalam pandemi penyakit virus corona 2019 (Covid-19) di National Mall, Washington, Amerika Serikat, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Joshua Roberts/aww/cfo (REUTERS/JOSHUA ROBERTS)
1. COVID-19
Tak mengherankan COVID-19 menjadi salah satu pertimbangan utama warga Amerika. Negeri Paman Sam adalah negara yang paling terpukul atas pandemi COVID-19. Per berita ini ditulis, Amerika tercatat memiliki 9,5 juta kasus dan 237 ribu korban meninggal akibat COVID-19. Bagi warga Amerika, penting untuk tahu mereka bisa selamat dari COVID-19.
Donald Trump, sepanjang 2020, disorot perihal caranya menangani pandemi COVID-19. Secara garis besar, penanganannya dianggap berbagai pihak jauh dari sempurna, baik dalam hal respon, koordinasi, maupun komunikasi.
Sebagai contoh, ketika wabah COVID-19 meledak untuk pertama kalinya, butuh beberapa pekan bagi Pemerintah Amerika untuk mengambil tindakan preventif. Contoh lain, ketika Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) menyarankan warga untuk mengenakan masker, Donald Trump malah tidak mengimbau warga untuk mengikuti anjuran tersebut. Donald Trump sendiri hanya sesekali mengenakan masker dan puncaknya ia tertular COVID-19.
Sepanjang pemilu, Joe Biden rutin menyerang Donald Trump soal penanganan COVID-19 olehnya. Menurut Joe Biden, Donald Trump bukannya menyelamatkan warga Amerika, namun malah mengorbankan mereka. Joe Biden, dalam kampanyenya, menjanjikan kebijakan COVID-19 yang lebih responsif, populis, dan juga terjangkau. Hal itu termasuk tes, vaksin, dan juga alat pelindung diri.
"Kampanye ini akan menjadi penentu perbaikan penanganan COVID-19 yang sudah berjalan selama 8-9 bulan," ujar Ashwin Vasan, Asisten Professor dari Columbia University Medical Center, New York, dikutip dari Deutsche Welle.
Walau respon awalnya telat, Donald Trump punya kebijakan yang positif juga soal COVID-19. Ia membuat kebijakan Operation WarpSpeed yang berfokus mengamankan supplai dan obat vaksin COVID-19 untuk warga Amerika.
Sebuah kafe dan salon perawatan hewan peliharaan dibuka kembali di Plano, pinggiran Kota Dallas, Texas, Amerika Serikat (AS), Jumat, 1 Mei 2020. Kegiatan bisnis kembali dibuka pasca lockdown karena pandemi virus corona. (Xinhua/Tian Dan)
2. Ekonomi
Pandemi COVID-19 tak ayal berdampak pada perekonomian Amerika. Tiga tahun perekonomian Amerika yang baik di tangan Donald Trump runtuh seketika dalam rentang waktu beberapa bulan. Semua bermula ketika bisnis bisnis, terutama usaha kecil menngah, harus mulai ditutup pada April kemarin.
Imbas dari penutupan tersebut, 23 juta orang kehilangan pekerjaan. Hal itu membuat angka pengangguran di Amerika langsung naik signifikan, dari 3,5 persen di awal 2020 menjadi 14,7 persen menurut data dari Biro Statistik Tenaga Kerja.
Akan menjadi sorotan warga Amerika bagaimana presiden selanjutnya membawa Negeri Paman Sam keluar dari keterpurukan ekonomi. Untuk Joe Biden, lebih mudah menyakinkan warga Amerika bahwa ia lebih pas, apalagi dengan kebijakan Build Back Better-nya. Ia tinggal hanya menyalahkan Donald Trump.
"Dalam situasi seperti ini, memang lebih sulit untuk inkumben membela diri karena ia yang bertanggung jawab," ujar Laura Merrifield Wilson.
Adapun fokus Joe Biden dalam hal ekonomi meliputi bantuan stimulus untuk mereka yang kehilangan pekerjaan, bantuan pendaanan untuk bisnis-bisnis yang terpaksa tutup akibat COVID-19, serta industri yang lebih swasembada.
Mural "Black Lives Matter" di sepanjang jalan 5th Avenue di depan Trump Tower yang dibuat Wali Kota New York Bill de Blasio bersama warga pada 9 Juli 2020. REUTERS/Mike Segar
3.Rasisme dan Keamanan
Pembunuhan George Floyd mengangkat isu rasisme ke permukaan. Gerakan Black Lives Matter meluas ke berbagai negara bagian dan memicu berbagai bentrokan antara aparat pemerintah dan pengunjuk rasa. Bahkan, muncul juga gerakan untuk menghancurkan peninggalan-peninggalan bersejarah yang memiliki kaitan dengan perbudakan dan kolonialisme.
Protes-protes yang ada menyatakan bahwa masalah rasisme sudah bersifat sistemik di Amerika. Oleh karenanya, perlu ada perubahan yang fundamental. Beberapa hal yang digaungkan adalah pemangkasan anggaran Kepolisian dan mencegah aparat menggunakan kekerasan dalam menindak terduga tindak pidana.
Donald Trump merespon isu rasisme dengan sudut pandang berbeda. Apa yang ia lihat adalah kerusuhan akibat unjuk rasa anti-rasisme. Alhasil, dia merespon isu rasisme dengan prinsip Law and Order. Ia tidak menjawab adanya rasisme secara sistemik, ia membelokkannya ke keteraturan.
"Dia berusaha memobilisasi pemilihnya, mulai dari mereka yang Republikan ataupun independen yang condong ke kanan. Tema, janji, kebijakan Donald Trumo, semuanya menyasar pendukung konservatif," ujar Laura Merrifield Wilson.
Dalam Debat Pemilu AS pertama, Joe Biden menskakmat Donald Trump terkait hal ini. Ketika isu kelompok ekstrimis putih diangkat Joe Biden, Donald Trump malah meminta mereka untuk siaga. Joe Biden tahu bahwa ia bisa mengamankan dukungan kelompok minoritas dengan menyerang Donald Trump yang konservatif itu.
ISTMAN MP | DEUTSCHE WELLE | REUTERS