TEMPO.CO, Jakarta - Mantan kepala intelijen Arab Saudi, Saad Al-Jabri, 62 tahun menjadi buronan pemerintah Arab Saudi atas tuduhan suap dan pemborosan uang negara saat menjabat.
Pemerintah Arab Saudi telah berupaya membuat Al-Jabri kembali ke Arab Saudi untuk menjalani proses hukum, namun Al-Jabri imenolaknya.
Laporan Al Jazeera dan New York Times sebagaimana dikutip The Middle East Monitor, 27 Juli 2020 melaporkan, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman telah menangkap dua anak Al-Jabri supaya dia pulang dari pelariannya.
Bin Salman juga dilaporkan berupaya memaksa pulang Al-Jabri dengan ekstradisi melalui Interpol.
Namun tuduhan Al-Jabri korupsi mendapat kecaman dari beberapa organisasi internasional karena dianggap bermotif politik untuk membungkam pengkritik pemimpin berkuasa di Arab Saudi.
Baca Juga:
Mereka khawatir nasib Al-Jabri akan seperti jurnalis Arab Saudi yang tinggal di Amerika Serikat, Jamal Khashoggi yang tewas dibunuh secara sadis saat berkunjung ke Konsulat Jenderal Arab Saudi di Istanbul, Turki 2 Oktober 2018 untuk mengurus dokumen pernikahannya.
Berbagai upaya dilakukan untuk membujuk Al-Jabri pulang, misalnya dengan menawarkan pekerjaan baru. Namun gagal, dia tidak tertarik. Begitu juga upaya ekstradisi melalui Interpol diperkirakan gagal.
Satu-satunya yang dianggap akan membawa Al-Jabri pulang adalah penangkapan dua anaknya dan saat ini ditahan di Riyadh tanpa tuduhan jelas.
Kedua anak Al-Jabri, Sarah Al-Jabri,21 tahun dan Omar Al-Jabri, 20 tahun juga dilarang keluar dari Arab Saudi.
Sarah Al-Jabri dan Omar Al-Jabri, dua anak mantan kepala inteljen Arab Saudi yang eksil di Kanada, Saad Al-Jabri, yang diculik dan ditahan di Riyadh. [Human Rights Watch]
Human Rights Watch menjelaskan, kedua anak Al-Jabri ditangkap pada Maret 2020 oleh pasukan keamanan. Saudara laki-laki Al-Jabri ditangkap dua bulan kemudian.
Saat ini Al-Jabri dilaporkan tinggal di Kanada sebagai eksil setelah upaya ekstradisi dengan bantuan Interpol gagal. Interpol menolak permintaan ekstradisi pada Juli 2018 karena tidak ada dakwaan atau bukti tentang kejahatan yang dilakukan pendukung mantan putra mahkota yang dilengserkan Raja Saudi, Mohammed bin Nayef tahun 2017. Mohammed bin Salman kemudian naik menjadi putra mahkota.
Bin Nayeb kemudian dijebloskan ke penjara dengan tuduhan melakukan kudeta.
“Penahanan ini terjadi pada Jumat,” begitu kata salah satu sumber kepada Reuters pada Sabtu, 7 Maret 2020.
Menurut Human Rights Watch, kedua anak Al-Jabri ditangkap 10 hari setelah Bin Nayef ditahan bersama pangeran senior lainnya, Ahmed bin Abdulaziz, saudara laki-laki Raja Salman dan paman dari bin Salman.
Human Rights Watch meminta Arab Saudi memastikan keberadaan kedua anak Al-Jabri dan membebaskan mereka dari tahanan serta mencabut larangan bepegerian.
"Pemerintah Saudi tenggelam ke posisit terendah dalam memburu keluarga mantan pejabat yang tidak diskuai dengan kepemimpinan saat ini," kata Michael Page, wakil direktur Timur Tengah Human Rights Watch.
"Bagaimana seseorang dapat menggambarkan kepemimpinan Saudi sebagai reformis sementara secara sewenang-wenang menahan anak-anak mantan pejabat?"
Laporan Gulf News, 18 Juli 2020 mengutip laporan Wall Street Journal tentang tuduhan Al-Jabri memboroskan uang negara US$ 11 miliar selama 17 tahun bekerja di Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi.
Saat Saad Al-Jabri bekerja di Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi dengan bin Nayef sebagai menteri, Arab Saudi memerangi terorisme setelah Tragedi 11 September 2001. Ahli komputer ini dituding menggunakan dana pemerintah untuk kepentingan pribadi, keluarganya, dan rekannya.