TEMPO.CO, Jakarta - Israel dilaporkan sedang menyusun daftar nama potensial yang didakwa oleh jaksa penuntut Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC), termasuk PM Benjamin Netanyahu dan Benny Gantz, karena melakukan kejahatan perang dalam Operation Protective Edge 2014 di Palestina.
Sekitar 200-300 perwira IDF dan pejabat pertahanan dapat menjadi target kepala jaksa ICC, Fatou Bensouda, menurut laporan Ynet, 16 Juli 2020.
Israel dilaporkan telah menyusun daftar dengan nama-nama ratusan perwira militer dan pejabat pemerintah yang mungkin berisiko dituntut dari Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC), atas tuduhan kejahatan perang yang dilakukan terhadap warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza selama operasi militer tersebut.
Media Israel melaporkan sekitar 200-300 perwira dan pejabat pertahanan dapat menjadi sasaran jaksa penuntut di Den Haag yang telah menyelidiki Israel secara khusus atas dugaan kejahatan perang yang dilakukan selama Operation Protective Edge 2014.
Identitas perwira dan pejabat pertahanan Israel belum dipublikasikan.
Daftar itu mungkin termasuk para pemimpin senior juga, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, kepala staf IDF saat itu dan Menteri Pertahanan saat ini Benny Gantz, mantan menteri pertahanan Moshe Yaalon, dan kepala staf Aviv Kochavi, yang adalah kepala intelijen militer pada saat itu .
Ketua Yisrael Beitenu Avigdor Lieberman, pemimpin partai Kanan Baru, Naftali Bennett, bersama dengan mantan dan kepala badan keamanan Shin Bet saat ini juga bisa masuk dalam daftar ini.
Guru matematika Palestina Ali Wahdan menggerakkan kursi rodanya melewati reruntuhan rumahnya, yang menurut saksi dihancurkan oleh militer Israel selama perang 50 hari musim panas lalu, di kota Beit Hanoun, di Jalur Gaza utara 6 Juli 2015.[REUTERS / Suhaib Salem]
Tiga hakim ICC akan memutuskan dalam beberapa hari mendatang tentang apakah akan membuka penyelidikan terhadap Israel dan memutuskan apakah wilayah Palestina berada dalam yurisdiksi pengadilan ICC atau tidak.
Pada bulan Juni, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo memperingatkan ICC bahwa Amerika Serikat akan memberikan konsekuensi terhadap ICC jika melakukan penyelidikan ke Israel.
"Pengadilan Kriminal Internasional adalah badan politik, bukan lembaga peradilan," kata Pompeo.
"Realitas yang tidak menguntungkan ini telah dikonfirmasi lagi oleh upaya Jaksa Penuntut ICC untuk menegaskan yurisdiksi atas Israel, yang seperti Amerika Serikat, bukan merupakan pihak dalam Statuta Roma yang menciptakan Pengadilan," ujar Pompeo.
Para pejabat Israel bersiap untuk melawan keputusan ICC dengan alat terbuka dan rahasia. Setelah pembentukan pemerintah persatuan nasional, Menteri Zeev Elkin ditugaskan untuk menangani masalah ICC, Israel Hayom melaporkan.
Elkin mempelopori satuan tugas antar-menteri yang selama bertahun-tahun telah mengatur kegiatan Israel untuk melawan ICC. Gugus tugas terdiri dari perwakilan dari Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kehakiman, Dewan Keamanan Nasional, Kementerian Urusan Strategis, lembaga pertahanan, dan lembaga lainnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, ketika ICC disinyalir akan menyelidiki Israel, gugus tugas ini semakin mempersiapkan diri. Para pejabat Israel menggambarkan tindakan ini sebagai tindakan defensif dan ofensif, dan akan dipersiapkan jika dan ketika ICC memutuskan untuk memulai penyelidikan.
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah mendukung Israel dalam pertempurannya melawan ICC.
Israel dan Amerika Serikat sama-sama berargumen bahwa mereka memiliki peradilan yang kredibel yang dapat menyelidiki dan jika perlu menuntut pelanggaran hak asasi manusia, membuat intervensi ICC tidak diperlukan.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebelumnya mengatakan keputusan Bensouda telah mengubah Mahkamah Kejahatan Internasional menjadi alat politik untuk mendelegitimasi Negara Israel.