TEMPO.CO, Zurich – Sejumlah miliarder yang menjadi nasabah dari UBS Bank asal Swiss sedang berupaya menjual kepemilikan sahamnya setelah mendapatkan keuntungan besar.
Profit ini diperoleh dari jatuhnya harga saham dan kenaikan kembali harga saham pada periode Maret hingga Mei.
“Saat kejatuhan pasar saham di seluruh dunia pada Maret, pelanggan terkaya UBS meminjam triliunan rupiah dana untuk membeli harga saham yang anjlok,” begitu dilansir Reuters pada Kamis, 16 Juli 2020.
Sekarang, mereka berupaya menjual kepemilikan saham yang harganya sudah naik itu ke sejumlah aset privat dan tidak likuid.
Keuntungan yang diperoleh oleh orang-orang kaya ini melebihi bisnis lindung nilai atau hedge fund dan pasar saham secara umum.
Rata-rata kepemilikan kekayaan tiap orang kaya ini, yang dikelola sekitar 120 kantor, sekitar US$1.6 miliar atau sekitar Rp23.5 triliun.
Kepala global UBS dari Swiss, Josef Stadler, mengatakan,”Kami menyalurkan kredit dalam jumlah rekor pada pertengahan Maret dan pertengahan April.”
Para miliarder ini, Josef menjelaskan, membeli sejumlah saham di pasar saham AS.
“Tapi mereka tidak membeli US$50 juta atau sekitar RpRp732 miliar. Mereka membeli lebih dari US$1 miliar saham atau sekitar Rp14.6 triliun. Mereka mendapat banyak uang,” kata Stadler.
UBS dikenal sebagai benteng bank bagi miliarder. Ini karena UBS mengelola dana sekitar setengah dari total orang-orang terkaya dunia.
“Sekarang miliarder ini berencana berinvestasi pada properti perumahan dan ekuitas privat atau membuat kesepakatan korporat dan kesepakatan stretegis,” begitu dilansir Reuters mengutip UBS soal rencana pelepasan saham itu.