TEMPO.CO, Hong Kong – Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, mengatakan pemilihan umum kota tidak resmi yang digelar kelompok pro-demokrasi pada akhir pekan lalu kemungkinan telah melanggar UU Keamanan Nasional Hong Kong yang baru.
Ini karena ada pasal dari UU itu yang melarang kegiatan subversi terhadap kekuasaan resmi negara.
Pemilihan umum pada akhir pekan lalu berhasil menarik partisipasi sekitar 600 ribu pemilik suara.
Kelomok pro-demokrasi mengatakan ini adalah simbol protes terhadap UU baru buatan Beijing, yang diterapkan di bekas koloni Inggris.
“Jika kelompok demokrat bertujuan memperoleh mayoritas di lembaga legislatif dan ingin mengganggu kebijakan pemerintah, maka itu bisa masuk dalam kategori subversi terhadap kekuasaan negara,” kata Carrie Lam seperti dilansir Reuters pada Senin, 13 Juli 2020.
Pemilu tidak resmi yang digelar kelompok oposisi pada akhir pekan lalu bertujuan memilih calon kandidat parlemen yang memiliki dukungan suara publik yang kuat.
Para calon ini akan berlaga pada pemilu Dewan Legislatif yang akan digelar pada September.
Kelompok oposisi berencana menguasai mayoritas dari total 70 kursi di parlemen. Saat ini, kelompok anggota Dewan pro-Beijing menguasai parlemen.
Demonstrasi besar-besaran berlangsung di Hong Kong sejak Juni 2019. Warga menolak rencana pengesahan legislasi soal ekstradisi, yang akhirnya dicabut pemerintah.
Belakangan, seperti dilansir Channel News Asia, warga Hong Kong kembali menolak pemberlakuan UU Keamanan Nasional, yang dirancang untuk meredam gejolak demonstrasi di kota semi-otonom itu. Mereka khawatir demokrasi dan kebebasan berekspresi hilang di sana.