TEMPO.CO, Yerusalem – Otoritas Israel dan Palestina menerapkan kembali pengetatan kegiatan publik setelah munculnya sejumlah kasus baru Covid-19.
Ini membuat otoritas merasa khawatir akan kemunculan gelombang kedua Covid-19.
Kabinet Israel menyetujui legislasi untuk melanjutkan penggunaan teknologi pemantauan kontra-teroris oleh lembaga intelijen Israel Shin Bet.
Penggunaan teknologi pemantau jaringan telepon genggam ini sempat dihentikan pada 9 Juni 2020 karena adanya protes dari lembaga pemantau hak pribadi publik.
“Otoritas Israel menerapkan lockdown untuk sebagian pemukiman di Kota Tiberias, yang menunjukkan adanya peningkatan kasus baru,” begitu dilansir Reuters pada Rabu, 24 Juni 2020.
Israel salah satu negara yang menerapkan penutupan perbatasan dan pembatasan kegiatan publik saat pandemi Covid-19 mulai muncul.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan ada kemungkinan lebih banyak pemukiman terkena lockdown Corona.
“Dia memberi polisi kewenangan pada Senin pekan ini untuk mengenakan denda 500 shekel bagi warga yang tidak mengenakan masker di ruang publik,” begitu dilansir Reuters. Besaran denda ini setara sekitar Rp2 juta.
Tindakan ini diikuti oleh otoritas Palestina di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Otoritas Palestina melakukan pengetatan kegiatan publik di Kota Hebron di Tepi Barat. Otoritas juga menghentikan kegiatan salat Jumat untuk pekan ini.
“Namun, masjid tetap bukan dengan mengikuti aturan protokol kesehatan,” begitu dilansir Reuters.
Media i24News melansir otoritas Palestina melakukan pengetatan di Kota Hebron karena munculnya 84 kasus baru Covid-19 di kawasan Tepi Barat.
PM Mohammad Shtayyeh mengumumkan pembatasan ini tidak berlaku untuk perusahaan farmasi atau apotek, toko sayuran, dan pabrik yang memproduksi produk penting.
“Namun, semua kegiatan sosial di Tepi Barat dilarang,” begitu dilansir i24News terkait larangan untuk pencegahan penyebaran pandemi Covid-19.