TEMPO.CO, Jakarta - Kematian Michelle Silvertino, orang tua tunggal Filipina yang menunggu bus berhari-hari karena lockdown, telah memancing kemarahan di internet dan meminta pemerintah memperhatikan para pekerja yang terjebak saat wabah virus corona.
Michelle Silvertino, asisten rumah tangga berusia 33 tahun, ditemukan tak sadarkan diri di atas jembatan di sepanjang jalan raya utama di ibu kota Manila pada 5 Juni.
Menurut laporan CNN, 12 Juni 2020, ibu empat anak itu mencoba naik bus ke rumahnya di Calabanga, provinsi Camarines Sur atau lebih dari 400 kilometer tenggara Manila. Namun, karena tindakan karantina dan lockdown Covid-19, tidak ada angkutan umum yang beroperasi saat itu.
Silvertino akhirnya berjalan dari Kota Quezon, tepat di utara Manila ke Kota Pasay di selatan, dengan harapan dapat menumpang dari sana. Tetapi dia terdampar di jembatan selama beberapa hari, di mana dia ditemukan tidak sadar.
Polisi Pasay City mengatakan dalam sebuah laporan bahwa seorang warga melapor ke kantor polisi pada 5 Juni bahwa mereka menemukan Silvertino di jembatan di sepanjang EDSA pada pukul 4:30 pagi, dan bahwa ia menderita demam tinggi dan kesulitan bernapas, Rappler melaporkan.
Polisi diberitahu bahwa insiden itu telah dilaporkan ke Barangay 159 tetapi petugas Barangay mengabaikan laporan mereka. Polisi pergi ke lokasi dan melihat Silvertino pingsan. Dia dibawa ke Rumah Sakit Umum Pasay di mana dia dinyatakan meninggal pada saat kedatangan.
Kematiannya memicu kemarahan di Filipina dan tagar #JusticeforMichelleSilvertino menjadi tren di Twitter. Orang-orang di seluruh negeri telah bergabung dalam kampanye media sosial yang menyerukan keadilan, dan mengkritik pemerintah karena tidak melakukan cukup banyak untuk membantu pekerja yang terdampar seperti Silvertino.
Sejumlah penumpang kereta api duduk dengan menerapkan social distancing pqda hari pertama pelonggaran lockdown setelah dua bulan di Manila, Filipina, 1 Juni 2020. REUTERS/Eloisa Lopez
Pada bulan Maret, Filipina memberlakukan tindakan lockdown virus korona ketat yang mencakup penangguhan transportasi umum massal di pulau Luzon, yang meliputi wilayah ibu kota Metro Manila, dan penduduk diperintahkan untuk tinggal di rumah.
Setelah hampir 80 hari, pembatasan-pembatasan di ibu kota itu mulai mereda pada 1 Juni dan transportasi umum diizinkan untuk melanjutkan sebagian. Namun, bus yang bepergian antarprovinsi masih dilarang.
Nasib Silvertino juga dialami oleh banyak pekerja Filipina yang terdampar selama lockdown karena mereka tidak dapat melakukan perjalanan pulang karena pembatasan.
Ratusan penumpang yang terdampar berkemah di bawah jalan bebas hambatan di dekat bandara internasional Manila pada hari Kamis setelah penerbangan mereka dibatalkan.
Kecaman atas kematian Silvertino, bagaimanapun, sampai ke telinga istana presiden dan pada hari Kamis pemerintah mengumumkan akan membantu pekerja yang terdampar kembali ke rumah.
Juru bicara kepresidenan Harry Roque mengatakan situasi Silvertino tidak akan terulang dan departemen kesejahteraan sosial dan transportasi akan membantu mereka yang berkumpul di halte bus dan bandara.
"Tidak ada yang menginginkan ini terjadi, tetapi kami sekarang akan mengambil langkah-langkah untuk memastikan apa yang terjadi pada Michelle tidak akan terjadi lagi. Kami memiliki kebijakan baru untuk membantu semua yang terdampar di bandara dan terminal bus," kata Roque.
Keluarga Michelle Silvertino di Calabanga, Camarines Sur, akhirnya menerima bantuan uang tunai yang akan mereka terima dari pemerintah pusat selama pandemi, menurut Rappler.
Departemen Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan Filipina (DSWD) mengatakan pada hari Kamis bahwa pihaknya telah memberikan bantuan tunai kepada keluarganya, yang merupakan penerima manfaat dari Program Pilipino Pantipid Pamilyang (4Ps) serta program subsidi darurat untuk krisis virus corona.