TEMPO.CO, Amsterdam – Pengacara yang mewakili pemerintah Gambia meminta pengadilan distrik Amerika Serikat memerintahkan manajemen Facebook merilis semua unggahan dan komunikasi militer dan polisi Myanmar terkait dugaan genosida terhadap warga etnis minoritas Muslim Rohingya.
Pengacara yang mewakili Gambia dan sejumlah organisasi Muslim dunia menuntut pemerintah Myanmar di Pengadilan Dunia atau World Court soal dugaan melakukan genosida terhadap Rohingya.
Pengadilan yang bernaung di bawah yurisdiksi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan berlokasi di The Hague, Belanda ini, juga dikenal dengan sebutan International Court of Justice.
ICJ sedang melangsungkan persidangan kasus dugaan genosida oleh pemerintah Myanmar terhadap warga etnis minoritas Rohingya terkait pelanggaran terhadap Konvensi 1948.
“Ada permintaan hukum atas nama pemerintah Gambia pada 8 Juni lewat Pengadilan Distrik AS di Distrik Columbia, yang meminta manajemen Facebook merilis semua dokumen dan komunikasi yang dilakukan, diunggah atau dirancang pada laman Facebook oleh para pejabat militer dan polisi (Myanmar),” begitu dilansir Reuters pada Rabu, 10 Juni 2020.
Ratusan ribu warga etnis minoritas Muslim Rohingya melarikan diri dari kampung halamannya pada pertengahan 2018.
Ini terjadi setelah kelompok milisi Budha, militer dan polisi Myanmar menyerang rumah dan desa mereka.
Kelompok Hak Asasi Manusia mendokumentasikan aksi pembunuhan, pembakaran desa dan pemerkosaan terhadap warga etnis minoritas Rohingya.
Saat itu, otoritas militer Myanmar beralasan sedang mengejar kelompok perlawanan separatis dan membantah melakukan kejahatan kemanusiaan secara sistematis.
Kasus di pengadilan AS ini telah ditangani seorang hakim, yang akan menjadwalkan pertemuan antara perwakilan manajemen Facebook dan pengacara pemerintah Gambia secepatnya.
“Manajemen Facebook mengonfirmasi bahwa mereka mengetahui adanya permintaan dari pemerintah Gambia dan akan mengevaluasinya terkait hukum yang berlaku,” begitu dilansir Reuters.
Sejumlah data Facebook yang menjadi incaran pengacara Gambia adalah data dari akun Facebook milik Panglima Myanmar, Min Aung Hlaing.
Juga ada 20 akun pejabat militer dan polisi yang telah dibekukan Facebook pada Agustus 2018.
Hakim di Pengadilan Dunia juga telah memerintahkan pemerintah Myanmar untuk mengambil langkah segera untuk melindungi populasi Rohingya dari genosida dan tindak kekerasan lainnya hingga kasus ini selesai disidang.
Investigator HAM dari PBB pada 2018 menyatakan sosial media Facebook memainkan peran penting menyebarkan kebencian.
Kebencian ini memicu terjadinya tindak kekerasan di Myanmar terhadap etnis Rohingya. Manajemen Facebook saat itu mengatakan menghentikan penyebaran ujaran kebencian itu di platformnya dengan menutup sejumlah akun.