TEMPO.CO, Yohanesburg – Pengurus Yayasan Nelson Mandel dari Afrika Selatan mengatakan tindakan kekerasan bisa menjadi respon yang rasional terhadap tindakan rasisme terkait demonstrasi memprotes tewasnya warga kulit hitam Amerika Serikat bernama George Floyd.
Dan bagi komunitas tertentu, ini menjadi cara satu-satunya untuk membuat perubahan.
George Floyd tewas setelah ditangkap seorang polisi kulit putih, yang memintanya telungkup di jalan dan menekan leher belakang lelaki kulit hitam itu dengan dengkul selama sekitar sembilan menit.
Polisi bernama Derek Chauvin, yang telah ditangkap dan dituntut kasus pembunuhan ini, terus menekan leher belakang Floyd meskipun korban telah mengatakan tidak bisa bernapas.
Polisi menuding Floyd melakukan transaksi dengan menggunakan uang palsu. Rekaman video insiden ini memicu kemarahan masyarakat di seluruh Amerika Serikat dan sejumlah negara.
Sebagian aksi demonstrasi ini telah berubah menjadi kerusuhan dan penjarahan.
“Saat komunitas berhadapan dengan tindak kekerasan terstruktur dan kokoh dan serangan terhadap tubuh mereka, maka tindak kekerasan terjadi. Penggunaan tindak kekerasan bisa menjadi rasional,” begitu pernyataan dari pengurus yayasan ini, yang didirikan untuk mengenang jasa Nelson Mandela seperti dilansir Reuters pada Kamis, 4 Juni 2020.
Mandela merupakan aktivis anti-apartheid, yang melawan sistem rasis dalam pemerintahan Afrika Selatan. Dia menjadi Presiden kulit hitam pertama yang terpilih sebagai demokratis.
Pengurus yayasan ini juga mengatakan ada kecenderungan tindak kekerasan sebagai respon langsung dianggap sebagai tindakan ekstrimis dan kriminal.
Padahal, tindakan respon ini merupakan hasil kalkulasi secara hati-hati oleh komunitas yang melihat tindakan ini bisa memicu respon yang diharapkan dari pemerintah.
Perlawanan dengan kekerasan membantu mengakhiri sistem segregasi yang dibuat penguasa minoritas kulit putih di Afrika Selatan.
Namun, Afrika Selatan masih bertarung dengan ketegangan rasial dan ketidak-setaraan secara besar-besaran setelah 26 tahun apartheid diruntuhkan.
Pengurus yayasan juga mencontohkan kasus tewasnya Collins Khosa, yang meninggal di Afrika Selatan.
Khosa tewas setelah dipukuli tentara di tengah pemberlakuan lockdown untuk mencegah penyebaran virus Corona.
“Sekarang saatnya untuk pemahaman bagi kelompok supremasi kulit putih yang kuat di negara kami, Amerika Serikat dan global. Kita perlu menyadari fakta bahwa bentuk kekerasan struktural akan memprovokasi tindak kekerasan lainnya,” begitu pernyataan dari yayasan ini terkati demonstrasi memprotes tewasnya George Floyd.