TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Iran Hassan Rouhani sempat mengancam mengundurkan diri ketika Garda Revolusi Iran enggan mengungkap kebenaran telah menembak pesawat Ukraina.
New York Times, dalam laporan yang diterbitkan 26 Januari, merinci bagaimana insiden itu ditutupi oleh Garda Revolusi Iran untuk memanfaatkan momentum kematian jenderal Iran Qassem Soleimani.
Pada 7 Januari tengah malam, Iran menembakkan rudal balistik ke pos militer AS di Irak. Pada waktu bersamaan anggota senior Korps Garda Revolusi Iran mengerahkan pertahanan antiudara di sekitar area militer dekat Bandara Imam Khomeini di Teheran.
Seorang personel Garda Revolusi Iran dari unit pertahanan udara menembakkan rudal ke pesawat yang ternyata pesawat sipil Ukraina.
Jenderal Hajizadeh, yang berada di Iran barat mengawasi serangan terhadap Amerika, menerima panggilan telepon terkait berita itu.
"Saya menelepon para pejabat dan mengatakan kepada mereka bahwa ini telah terjadi dan sangat mungkin kami menembak pesawat kami sendiri," katanya kemudian dalam sebuah pernyataan televisi.
Pada saat Jenderal Hajizadeh tiba di Teheran, dia telah memberi tahu tiga komandan militer top Iran: Mayor Jenderal Abdolrahim Mousavi, komandan utama militer, yang juga merupakan kepala komando pertahanan udara pusat; Mayor Jenderal Mohammad Bagheri, kepala staf Angkatan Bersenjata; dan Mayor Jenderal Hossein Salami, komandan kepala Garda Revolusi Iran.
Garda Revolusi Iran, pasukan elit yang ditugasi membela pemerintahan ulama Iran di dalam dan luar negeri, terpisah dari tentara reguler dan hanya menjawab pemimpin tertinggi. Pada titik ini, para pemimpin kedua militer mengetahui kebenaran.
Jenderal Hajizadeh menyarankan para jenderal untuk tidak memberi tahu unit pertahanan udara karena khawatir dapat menghambat kemampuan mereka untuk bereaksi dengan cepat jika Amerika Serikat melakukan serangan.
"Itu untuk kepentingan keamanan nasional kita karena sistem pertahanan udara kita akan dikompromikan," kata Hajizadeh dalam sebuah wawancara dengan media berita Iran minggu ini. "Pasukan akan curiga terhadap segalanya."
Petugas berada dekat serpihan pesawat Ukraina International Airlines PS 752 yang jatuh usai take off dari bandara Internasional Imam Khomeini di pinggiran Tehran, Iran, 8 Januari 2020. Dari 176 orang di pesawat, korban terdiri dari 82 orang Iran, 63 orang Kanada dan 11 orang Ukraina. social media video via REUTERS
Para pemimpin militer menciptakan komite investigasi rahasia yang diambil dari pasukan kedirgantaraan Garda Revolusi Iran, dari pertahanan udara tentara, dan dari para pakar intelijen dan siber. Komite dan petugas yang terlibat dalam penembakan itu diperintahkan untuk tidak berbicara kepada siapa pun.
Komite memeriksa data dari bandara, jalur penerbangan, jaringan radar, peringatan, dan pesan dari operator rudal dan komando pusat. Saksi mata, petugas yang menembak rudal, pengawasnya, dan semua orang yang terlibat, diinterogasi selama berjam-jam.
Kelompok itu juga menyelidiki kemungkinan bahwa Amerika Serikat atau Israel mungkin telah meretas sistem pertahanan Iran atau membuat gelombang radar macet.
Pada Rabu malam, panitia menyimpulkan bahwa pesawat itu ditembak jatuh karena kesalahan manusia.
"Kami tidak yakin tentang apa yang terjadi sampai Rabu sekitar matahari terbenam," kata Jenderal Salami, komandan kepala Garda Revolusi Iran dalam pidato yang disiarkan televisi ke Parlemen. "Tim investigasi kami menyimpulkan bahwa pesawat itu jatuh karena kesalahan manusia."
Ayatollah Khamenei diberi tahu. Tetapi mereka masih tidak memberi tahu presiden, pejabat terpilih lainnya atau masyarakat.
Komandan senior membahas menjaga rahasia penembakan sampai kotak hitam pesawat, data penerbangan, dan perekam suara kokpit diperiksa, dan penyelidikan penerbangan formal selesai, menurut anggota Garda Revolusi Iran, diplomat, dan pejabat yang mengetahui masalah tersebut. Proses itu bisa memakan waktu berbulan-bulan, kata mereka, dan itu akan memberi waktu.
Rouhani mengancam mundur