TEMPO.CO, Jakarta - 106 tahun yang lalu sebelum kematian Jenderal Garda Revolusi Iran Qassem Soleimani, Eropa gempar setelah pembunuhan Pangeran Adipati Austria Franz Ferdinand. Kematian adipati pada 28 Juni menyebabkan peristiwa yang tercatat sejarah: Perang Dunia I.
Lima tahun pasca-kematian Franz Ferdinand, Jerman dan sekutu menandatangani perjanjian Versailles yang secara resmi mengakhiri Perang Dunia I.
Kini insiden nyaris serupa terjadi. Jenderal Qassem Soleimani, tokoh kesayangan warga Iran dan pahlawan nasional mereka, tewas dalam serangan drone Amerika Serikat.
Tak dinyana, Franz Ferdinand melakukan perjalanan ke Sarajevo pada Juni 1914 untuk memeriksa angkatan bersenjata kekaisaran di Bosnia dan Herzegovina, yang dianeksasi oleh Austria-Hongaria pada tahun 1908, sebelum dibunuh, menurut catatan History.com.
Pangeran Adipati Franz Ferdinand dari Australia bersama Istrinya Sophie, Duchess of Hohenberg.[Britannica]
Ferdinand adalah pewaris Kekaisaran Austro-Hungaria sampai ia dibunuh oleh Tangan Hitam, kelompok militan nasionalis Serbia.
Pembunuhan itu meningkatkan konflik antara Austria-Hongaria dan Serbia yang akhirnya mengarah pada apa yang sekarang kita kenal sebagai Perang Dunia 1.
Kini kejadian serupa terjadi di Timur Tengah. Nyaris persis, Jenderal Soleimani juga dibunuh dalam perjalanan di Bandara Baghdad, Irak, bersama pemimpin paramiliter Irak.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah kematian Soleimani akan membawa peristiwa yang sama?
Perlu dicatat, Adipati Franz Ferdinand tewas di tangan pemberontak, Jenderal Soleimani tewas di bawah perintah Presiden, dengan kekuatan eksekutifnya mengerahkan langsung peralatan tempur negara untuk membunuh sang jenderal.
New York Times menyebut bahwa membunuh jenderal negara lain, secara definisi, adalah tindakan perang. Terlepas dari hubungan buruk AS dan Iran, dan konflik bayangan keduanya. Bagi Iran (dan mungkin negara lain), membunuh Jenderal Soleimani, yang dielu-elukan, sama saja memerintahkan pembunuhan terhadap Kepala Staf Gabungan Militer AS atau setara panglima.
Namun, masih belum pasti ke arah mana serangan ini, yang akan terjadi setelah berminggu-minggu kemudian. Iran menegaskan diri bahwa membunuh jenderal mereka harus dibalas sepadan, dan ingin memberi tahu Amerika bahwa membunuh Soleimani akan memicu serangan balasan yang mengerikan.
Genderang perang Iran sudah ditabuh secara simbolis.
Untuk pertama kalinya, dendera merah dikibarkan dengan seruan dari pengeras suara di Masjid Jamkaran yang menjadi masjid suci bagi Muslim Syiah, menurut laporan televisi satelit Hizbullah di Lebanon, Al Manar, pada 4 Januari.
Menurut tradisi Syiah, bendera merah melambangkan balas dendam berdarah dan perang besar akan terjadi.
"Mereka yang ingin membalas darah Hussein," bunyi tulisan yang tertera pada bendera, dikutip Express.co.uk.
Ribuan warga Iran berkumpul saat mengikuti upacara pemakaman Mayor Jenderal Qassem Soleimani yang tewas akibat serangan udara di Ahvaz, Iran, 5 Januari 2020. Hossein Mersadi/Fars news agency/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS
Setelah Soleimani dipastikan tewas, Trump mengatakan AS tidak mencari perubahan rezim di Iran, namun ia mengatakan dunia akan lebih aman jika Jenderal Soleimani disingkirkan.
Trump mengatakan serangan terhadap Soleimani untuk mencegah serangan Iran terhadap personel AS, bukan untuk memulai perang baru.
Namun, ada kekhawatiran konflik global telah meledak. Kata kunci World War 3 atau Perang Dunia III tren di Internet. Sekutu Amerika yang cemas mulai meningkatkan keamanan mereka.
Soleimani adalah pahlawan nasional dan orang berpengaruh kedua di Iran setelah pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khameini. Dia adalah tangan kanan Khameini untuk operasi Iran di luar negeri, menyebarkan pengaruh ke organ proksi Iran, dan mengatur perundingan di negara tetangga.
Kematian Franz Ferdinand membawa petaka Perang Dunia I, kini belum diketahui apakah Qassem Soleimani akan membawa Perang Dunia III. Bagaimanapun, Ayatollah Ali Khamenei telah menyatakan perang jihad berdarah untuk balas dendam Qassem Soleimani dan Amerika jadi bersiaga.