TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Komisi UNRWA sementara, Christian Saunders, pada Senin, 25 November 2019, memperingatkan lembaga PBB itu dihadapkan pada krisis keuangan terburuk dalam sejarah lembaga itu.
“Kami pada dasarnya kehabisan uang dan sangat membutuhkan bantuan Anda, bukan hanya untuk tahun ini, tetapi juga sampai untuk tahun depan,” kata Saunders dihadapan Komisi Penasehat UNRWA di Yordania, seperti dikutip dari middleeastmonitor.com.
Seorang pria Palestina membawa karung tepung di luar pusat distribusi makanan PBB di kamp pengungsi Al-Shati di Kota Gaza, 17 Januari 2018. AS adalah donor terbesar (U.N. Relief and Welfare Agency) UNRWA selama beberapa dekade. REUTERS/Mohammed Salem
UNRWA atau kepanjangan dari UN Relief and Works Agency memberikan bantuan dasar kepada 5,3 juta pengungsi Palestina yang berlindung di Suriah, Lebanon dan Yordania. Keuangan lembaga itu terpukul ketika Amerika Serikat menarik pendanaan untuk lembaga PBB itu pada 2018 lalu. Walhasil, kebutuhan dana US$ 360 juta atau Rp 5 triliun saat ini tak ada yang menutupi. UNRWA bergantung sepenuhnya pada uang donasi dari negara-negara anggota PBB.
“Pembekuan kontribusi yang dipicu oleh OIOS (Office of Internal Oversight Services) telah menciptakan ketidak pastian yang semakin mendalam di lembaga ini (UNRWA). Kami sangat membutuhkan kejelasan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi kontribusi yang dibekukan ini atau membuat perjanjian baru untuk 2019 dan batas waktu berikutnya,” kata Saunders.
Menurut Saunders, UNRWA hampir tak mampu membayar gaji pegawai untuk November 2019. Solusi jangka pendeknya meminjam uang dari kantor-kantor pusat PBB sekitar US$ 30 juta atau Rp 423 miliar, tetapi utang ini harus sudah dibayar sebelum akhir 2019.
“Sekali lagi, Desember akan menjadi waktu yang sulit bagi UNRWA dan arus keuangan kami akan kritis lagi. Kita bersama-sama harus mencari cara agar Desember bisa terlalui dan saya meminta masukan dari Anda semua dan bantuan bagaimana kita mengatasi ini,” kata Saunders