TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokratik Progresif Taiwan pada Senin, 25 November 2019, menuduh Cina sebagai musuh demokrasi. Kecaman itu dilontarkan setelah sebelumnya muncul tuduhan dugaan adanya intervensi Cina dalam pemilu presiden dan legislatif pada 11 Januari 2020.
Partai Demokratik Progresif adalah partai berkuasa di Taiwan yang menggolkan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.
Dugaan adanya intervensi Cina itu diwartakan oleh media asal Australia yang bersumber dari seorang pembelot yang asal Cina yang mencari suaka ke negeri Kangguru tersebut. Pencari suaka yang identitasnya tidak dipublikasi itu mengaku kalau dia adalah mata-mata Cina. Namun pencari suaka itu disebut Beijing sebagai seorang pembohong.
Dalam pengakuannya, pencari suaka itu mengatakan dia telah membantu menciptakan citra positif di media terhadap sejumlah politikus Taiwan, diantaranya oposisi Taiwan dari Partai Kuomintang, Han Kuo-yu. Partai Kuomintang adalah partai oposisi di Taiwan.
Dikutip dari reuters.com, Cho Jung-tai, Ketua Partai Progresif Demokratik mengatakan diperlukan investigasi lebih lanjut terkait pengakuan pencari suaka tersebut. Sebab tidak ada berita bohong yang berasal dari Cina. Cho dikenal sebagai tokoh yang sangat ingin Taiwan lepas dari Cina.
“Musuh demokrasi adalah Cina. Oposisi paling ambisius dan kompetitor Taiwan adalah Cina,” kata Cho, dalam sebuah konferensi pers di Taipei.
Menurut Cho, Partai Kuomintang adalah oposisi langsung dalam pemilu Taiwan 2020, namun tantangan terbesar tetap berasal dari Cina yang digambarkan Cho sebagai kekuatan penghancur terkuat.
Han dari Partai Kuomintang mengatakan dia akan langsung mengundurkan diri dari pemilu kalau dia mengambil uang dari Partai Komunis Cina. Sedangkan masalah pembelot yang mencari suaka ke Australia itu, disebutnya blunder sehingga harus diinvestigasi lebih lanjut secepatnya. Partai Kuomintang pun menduga pemerintah Taiwan menggunakan masalah ini untuk memanipulasi pemilu.