TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan kriminal internasional atau ICC di Den Haag, Belanda, menyetujui agar dilakukan sebuah investigasi penuh atas tuduhan kejahatan yang dilakukan Myanmar terhadap masyarakat etnis Rohingya. Keputusan ICC itu menambah tekanan hukum pada Myanmar terkait perilaku negara itu pada etnis minoritas di negara yang dulu bernama Burma.
Dikutip dari aljazeera.com, ICC pada Kamis, 14 November 2019 mengabulkan permohonan jaksa penuntut agar melakukan investigasi atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan dan persekusi terhadap etnis Rohingya pada 2017 yang diduga dilakukan oleh militer Myanmar.
Putusan ICC itu keluar tak lama setelah pemimpin de-facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, disebut namanya dalam gugatan hukum kejahatan terhadap etnis Rohingya dan Myanmar atas dugaan pembantaian di pengadilan tinggi PBB.
Lebih dari 740 ribu etnis Rohingya terpaksa melarikan diri dari wilayah tempat tinggal mereka ke wilayah perbatasan Myanmar – Bangladesh menyusul meletupnya tindak kekerasan terhadap kelompok minoritas tersebut. ICC dalam keterangannya menyebut telah memberikan otorisasi pada jaksa penuntut agar memproses sebuah investigasi atas tuduhan kejahatan yang diarahkan pada Myanmar dalam koridor yurisdiksi ICC.
Diantara tuduhan pada Myanmar yang akan diselidiki lebih lanjut ICC adalah tindak kekerasan yang sistemik, deportasi yang dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan dan persekusi etnis atau agama yang dianut etnis Rohingya.
“Ada kebutuhan yang sangat tinggi untuk menginvestigasi dan melakukan penuntutan atas kejahatan yang telah terdokumentasi. Skala dan intensitas kekerasan yang dilakukan terhadap etnis Rohingya oleh pasukan militer Myanmar menuntut sebuah sidang dengar yang independen dan tidak memihak sesuai dengan hukum,” kata George Graham, Direktor Perlindungan Anak-anak dari Konflik Bersenjata di ICC.