TEMPO.CO, Hong Kong – Kelompok pro-Demokrasi Hong Kong yang berunjuk rasa membuka sebagian blokade di jalan raya pada Jumat siang, 15 November 2019.
Namun, mereka kembali memblokir jalan raya itu pada jam sibuk yaitu sore hari sehingga ini menunjukkan ke publik telah terjadi perpecahan dalam gerakan ini.
Gerakan demonstrasi pro-Demokrasi ini telah berjalan selama lima bulan dan cenderung tanpa adanya kepemimpinan yang jelas.
Demonstrasi juga kerap berakhir dengan bentrok fisik dengan petugas keamanan.
“Saya merasa kecewa dengan keputusan membuka kembali jalan raya Tolo dan itu bukan konsensus kami,” kata Cheung, 18 tahun, salah satu mahasiswa, kepada Reuters pada Jumat, 15 November 2019.
Jalan raya Tolo melintas di sebelah kampus Chinese University, yang rimbun dengan pepohonan. Sejumlah demonstran, yang sebagiannya mahasiswa, memblokir jalan itu pada pekan ini dan sempat bentrok dengan polisi.
Mereka melemparkan puing-puing dan bom bensin ke jalan raya ini, yang menghubungkan kawasan pedesaan di New Territories dengan Semenanjung Kowloon ke Selatan.
Kelompok mahasiswa ini sempat kembali ke kampus setelah terdesak petugas dan membentengi kampusnya dengan tumpukan barang dan bersiap dengan bom bensin dan panah.
Namun, banyak diantara mahasiswa ini meninggalkan kampus setelah sebagian mereka menginginkan pembukaan jalan raya pada Jumat, yang membuat sebagian lainnya terkejut.
“Saya sedang tidur saat mereka menggelar pertemuan tertutup. Saya merasa khawatir dan takut setelah menyadari apa yang terjadi. Mayoritas demonstran telah pergi. Saya khawatir polisi akan menyerbu masuk lagi karena hanya ada sedikit orang di dalam kampus,” kata dia.
Presiden Chinese University, Rocky Tuan, mengatakan dalam surat terbuka bahwa semua pihak luar harus meninggalkan area kampus.
“Universitas adalah tempat untuk belajar dan bukan untuk menyelesaikan sengketa politik atau menjadi lokasi pertempuran dengan membuat senjata dan menggunakan kekuatan,” kata dia.
Jalan raya Tolo akhirnya ditutup lagi pada Jumat malam. Terowongan Cross-Harbour Tunnel juga ditutup. Terowongan ini terletak di luar Polytechnic University, yang menjadi tempat demonstran berlatih memanah dan melempar bom bensin di sebuah kolam renang yang setengah terisi.
Mahasiswa dan demonstran, yang telah membangun barikade di setidaknya lima kampus, membakar blokade jalan di Chinese University. Pada Jumat, hanya ada sekitar 200 demonstran di kampus itu. Jumlah ini menyusut dibandingkan setidaknya seribu orang dua hari sebelumnya.
Channel News Asia melansir demonstrasi di Hong Kong telah berubah menjadi tuntutan penerapan sistem demokrasi secara penuh. Ini karena warga ingin memilih pemimpinnya sendiri dan terhindar dari campur tangan Cina, yang menerapkan sistem satu negara dengan dua sistem.